Subscribe:

Labels

Monday 26 October 2015

Pokoknya Kerja…! Kerja…! Kerja…!


Saking sibuknya aku bekerja, hingga aku lupa
untuk siapa sebenarnya aku bekerja…
(Anonym)

Rutinitas kerja yang seakan tidak pernah berhenti seringkali membuat kita lalai memikirkan tentang hakikat bekerja. Seiring berjalannya waktu kita lebih mirip robot yang hidupnya disetir oleh deskjob, target, gaji, deadline hingga sisi kemanusiaan kita sendiri terabaikan. Kesibukan bekerja membuat kita serba lupa diri. Lupa akan rindunya anggota keluarga di rumah. Lupa mencari waktu untuk makan semeja bersama anak istri. Lupa menjaga kesehatan. Bahkan lupa tanggung jawab kita sebagai hamba-Nya di dunia ini.

Tidak ada yang salah jika kita ‘khusyu’ bekerja. Yang salah adalah ketika ke-khusyu’-an itu justru membuat kita lalai dari berbagai momen penting dalam hidup ini.  Seorang ayah yang sibuk bekerja hingga lupa meluangkan waktu untuk anaknya tidak jauh beda dengan ayah yang tidak bertanggung jawab. Berapapun uang saku yang bisa diberikan untuk anak, semua itu akan percuma jika kebersamaan keluarga tak lagi diprioritaskan. Karena sebagai anak, perhatian orangtua jauh lebih berharga dan tidak bisa diukur dengan lembaran-lembaran rupiah.

Tapi kehidupan di zaman (yang katanya) modern ini seakan menghendaki kita untuk menjadi robot. Jamak kita jumpai orangtua yang harus bekerja di luar kota/luar negeri sehingga jarang bertemu keluarga di rumah. Nasib anak atau anggota keluarga lain dititipkan pada kerabat atau tetangga. Saking sibuknya dengan pekerjaan, orang jadi lupa untuk menyapa tetangga kanan kirinya. Bahkan kenal pun tidak.

Kehidupan sosial menjadi serba individualis. Kepekaan sosial kita terhadap penderitaan orang lain, perlahan memudar. Kita lebih sering mementingkan diri sendiri. Pada kasus yang parah, kita tak lagi peduli jika kita harus merampas hak orang lain asalkan diri sendiri mendapat untung. Sadar atau tidak, dengan cara itulah roda kehidupan modern telah memperbudak kita dan memisahkan kita dari sisi-sisi kemanusiaan kita sendiri.

Sesibuk apapun kita bekerja, kita juga manusia yang memiliki kemerdekaan dalam bertindak. Kita adalah makhluk-makhluk Tuhan yang merdeka—yang tidak seharusnya diperbudak oleh hal-hal duniawi seperti uang, pangkat, target bulanan, deadline, yang semuanya justru mencerabut kita untuk menikmati esensi kemanusiaan kita sendiri.


Kesibukan bekerja bukanlah penghalang bagi kita untuk tetap menjadi manusia dengan segala kemanusiaannya. Kita bisa saja sibuk bekerja tapi tetap harus ingat “untuk siapa aku bekerja?” Karena itu, tidak usah sungkan memasang foto keluarga di meja kerja, jika itu bisa mengingatkan kita tentang keluarga yang ada di rumah. Pun tidak usah pekewuh dianggap sok suci ketika harus izin meminta waktu beribadah. Semua itu memang perlu kita lakukan semata agar kehidupan yang serba semrawut ini tidak mengikis habis sisi-sisi kemanusiaan kita sendiri. Agar kita tetap eling lan waspada bahwa kehidupan ini tak lain adalah kesenangan yang memperdayakan—tidak kekal. Dan bahwasanya setiap diri akan menjumpai Tuhannya kelak dalam kehidupan yang lebih hakiki—kehidupan di akhirat.

0 comments:

Post a Comment