“Saking sibuknya aku bekerja, hingga aku lupa
untuk siapa sebenarnya
aku bekerja…”
(Anonym)
Rutinitas
kerja yang seakan tidak pernah berhenti seringkali membuat kita lalai
memikirkan tentang hakikat bekerja. Seiring berjalannya waktu kita lebih mirip
robot yang hidupnya disetir oleh deskjob,
target, gaji, deadline hingga sisi
kemanusiaan kita sendiri terabaikan. Kesibukan bekerja membuat kita serba lupa
diri. Lupa akan rindunya anggota keluarga di rumah. Lupa mencari waktu untuk
makan semeja bersama anak istri. Lupa menjaga kesehatan. Bahkan lupa tanggung
jawab kita sebagai hamba-Nya di dunia ini.
Tidak ada
yang salah jika kita ‘khusyu’ bekerja.
Yang salah adalah ketika ke-khusyu’-an
itu justru membuat kita lalai dari berbagai momen penting dalam hidup ini. Seorang ayah yang sibuk bekerja hingga lupa
meluangkan waktu untuk anaknya tidak jauh beda dengan ayah yang tidak
bertanggung jawab. Berapapun uang saku yang bisa diberikan untuk anak, semua
itu akan percuma jika kebersamaan keluarga tak lagi diprioritaskan. Karena
sebagai anak, perhatian orangtua jauh lebih berharga dan tidak bisa diukur
dengan lembaran-lembaran rupiah.
Tapi
kehidupan di zaman (yang katanya) modern ini seakan menghendaki kita untuk
menjadi robot. Jamak kita jumpai orangtua yang harus bekerja di luar kota/luar
negeri sehingga jarang bertemu keluarga di rumah. Nasib anak atau anggota
keluarga lain dititipkan pada kerabat atau tetangga. Saking sibuknya dengan
pekerjaan, orang jadi lupa untuk menyapa tetangga kanan kirinya. Bahkan kenal
pun tidak.
Kehidupan
sosial menjadi serba individualis. Kepekaan sosial kita terhadap penderitaan
orang lain, perlahan memudar. Kita lebih sering mementingkan diri sendiri. Pada
kasus yang parah, kita tak lagi peduli jika kita harus merampas hak orang lain
asalkan diri sendiri mendapat untung. Sadar atau tidak, dengan cara itulah roda
kehidupan modern telah memperbudak kita dan memisahkan kita dari sisi-sisi
kemanusiaan kita sendiri.
Sesibuk
apapun kita bekerja, kita juga manusia yang memiliki kemerdekaan dalam
bertindak. Kita adalah makhluk-makhluk Tuhan yang merdeka—yang tidak seharusnya
diperbudak oleh hal-hal duniawi seperti uang, pangkat, target bulanan, deadline, yang semuanya justru mencerabut
kita untuk menikmati esensi kemanusiaan kita sendiri.
Kesibukan bekerja
bukanlah penghalang bagi kita untuk tetap menjadi manusia dengan segala
kemanusiaannya. Kita bisa saja sibuk bekerja tapi tetap harus ingat “untuk
siapa aku bekerja?” Karena itu, tidak usah sungkan memasang foto
keluarga di meja kerja, jika itu bisa mengingatkan kita tentang keluarga yang
ada di rumah. Pun tidak usah pekewuh dianggap
sok suci ketika harus izin meminta waktu beribadah. Semua itu memang perlu kita
lakukan semata agar kehidupan yang serba semrawut ini tidak mengikis habis
sisi-sisi kemanusiaan kita sendiri. Agar kita tetap eling lan waspada bahwa kehidupan ini tak lain adalah kesenangan
yang memperdayakan—tidak kekal. Dan bahwasanya setiap diri akan menjumpai
Tuhannya kelak dalam kehidupan yang lebih hakiki—kehidupan di akhirat.
0 comments:
Post a Comment