Subscribe:

Labels

Friday 31 January 2014

Makna Kesempatan (Chance)

Bagi para atlet lari dan perenang profesional, selisih seperseratus detik bisa jadi sangat berharga. Itu artinya hanya gara-gara selisih nol koma nol satu (0,01) saja sudah lebih dari cukup untuk memupuskan asa meraih medali. Tak heran bila banyak atlet yang berlomba-lomba untuk mendongkrak performa dengan berbagai cara.

Ada celana didesain mirip kulit sirip hiu yang konon mampu meningkatkan laju perenang sekian persen. Ada pula sepatu super ringan yang mampu membuat pemakainya serasa tak menapak bumi saat berlari. Semua dilakukan demi memangkas sepersekian detik dari lawan-lawannya. Itu baru contoh kecil dalam perlombaan atletik saja. kompetisi lain macam balapan F1, motoGP, sampai pertandingan sepakbola tentu jauh lebih rumit. Semua berfokus pada satu hal, “kesempatan” yang lebih besar untuk menang.

Kesempatan, atau yang beken disebut “chance” dalam bahasa Inggris adalah salah satu serpihan dari waktu. “Time” dan “chance” adalah dua hal yang tak terpisahkan. Di mana ada waktu, di situ pula ada kesempatan. Keduanya pun sama-sama bermata dua, bisa membawa keuntungan berlipat atau kebangkrutan lusinan turunan. Barangsiapa dapat memanfaatkan waktunya, maka bisa dipastikan orang itu akan beroleh kesempatan yang lebih banyak.

Namun seringkali kesempatan hadir tak terduga. Kesempatan hanya hadir sekejap kemudian lenyap tak berbekas. Padahal belum sejengkal pun kita melangkah mendekat. Itulah kesempatan. hanya diperuntukkan bagi golongan yang pertama dan utama. Itulah kesempatan, pembeda antara pecundang dan pemenang.

Lihatlah, berapa banyak orang di dunia yang gagal dalam karirnya hanya karena keterlambatan beberapa menit? Berapa banyak pengusaha yang diputus kontrak karena proyek molor? Berapa banyak orang yang harus menjadi pecundang karena kesempatan yang menghampiri justru disia-siakan hingga raib diambil orang?

Saya, Anda, dan siapapun yang membaca tulisan saya adalah manusia. Pada dasarnya ada satu sisi dalam jiwa manusia yang enggan bekerja, enggan berpeluh-peluh dalam upaya. Jiwa yang lebih memilih hidup enak berleha-leha, tidur di atas ranjang empuk dengan pemanas hangat kala musim dingin, atau terpaan AC di musim panas. Nyamanya. Tentu saja. Tapi bisa dibayangkan mau jadi apa orang yang selama hidupnya tidak mau bekerja keras? Bukankah kita telah dikaruniai akal pikir serta hati yang dengan itu kita dapat mencari karunia Tuhan di muka bumi ini?

Kalau hidup hanya untuk makan, maka monyet pun juga makan. Kalau hidup hanya untuk tidur, maka beruang kutub bisa tidur lebih lama dari kita. Maka, sudah sepantasnya manusia memposiskan diri pada fitrahnya semula sebagai sebaik-baik makhluk ciptaan Tuhan. Berpikir, bekerja, bertindak nyata untuk membangun peradaban. Itulah yang menjadi pembeda manusia dengan binatang.

Bergegaslah menjemput kesempatan itu. Bergegaslah beranjak dari tempat tidur dan segera berlari menyongsong hangat mentari. Bergegaslah, sebelum hangat sang mentari menjelma menjadi beku yang mengusik dalam pekatnya malam. Karena kesempatan (seringkali) takkan datang dua kali.

Thursday 30 January 2014

Gunakan Waktumu Sebelum Habis Umurmu

Tanpa kita sadari hidup ini penuh dengan pertempuran. Ada lebih banyak pertempuran terjadi dalam diri kita daripada apa yang sering kita saksikan di layar kaca. Pertempuran diri kita dengan hawa nafsu, pertempuran zat antibodi kita melawan kuman penyebab penyakit, pertempuran diri kita dengan kenangan pahit masa lalu, atau mungkin pertempuran kita dengan waktu. Ya, pertempuran kita dengan waktu. (?)

Semua orang tahu betapa pentingnya waktu. Ada yang bilang “waktu adalah uang.” Tapi saya lebih suka menyebutnya modal. Jika waktu adalah uang, maka besar kemungkinan kita akan menghamburkannya sia-sia. Beda halnya jika waktu adalah modal. Kita akan terlecut untuk menginvestasikan modal tersebut dengan baik melalui aktivitas-aktivitas positif nan produktif.

Waktu adalah musuh yang selalu menang. Kita tak kuasa sedikit pun melawannya. Meski semua arloji dan jam dinding di dunia dihancurkan, waktu akan terus berjalan gagah. Konstan. Memberikan modal berharga bagi siapapun yang memahami keberadaannya. Saking berharganya, banyak orang yang berandai-andai bisa menciptakan mesin waktu. Dengan mesin itu kita bisa kembali ke sekian jam hingga abad yang lalu. Entah sekedar ingin bertamasya atau memang ingin memperbaiki masa lalu untuk kebaikan masa depan. Ah, angan yang terlalu tinggi. Gila. Tentu saja.

Waktu adalah pedagang yang tak pernah rugi, tapi kehadirannya bisa membuat rugi banyak orang. Tentu saja orang-orang yang rugi karena waktu adalah orang-orang yang tak pernah mau memahami hakikat waktu dan malah menyia-nyiakan waktunya tanpa upaya. Lantas, kenapa hari ini masih ada anak manusia yang duduk manis bertopang dagu menunggu rejeki datang? Masih percaya kalau hujan emas akan turun dari langit? Masih percaya bahwa Tuhan bisa menghadirkan mukjizat yang membuatmu kaya dalam sekejap tanpa upaya? Lupakan. Saya dan semua orang juga pasti tahu bahwa orang yang lebih keras berupaya dan lebih sabar menghadapi ujian-Nya, jauh lebih pantas beroleh rezeki dari langit.

Bergegaslah bekerja, bertindak nyata, seakan hidupmu akan berakhir esok. Bergegaslah, jangan sampai ada sesal di hari esok. Bergegaslah agar lebih banyak kesempatan yang kau peroleh. Kesempatan untuk belajar lebih banyak hal baru, kesempatan untuk lebih banyak berbagi dengan orang-orang yang kau kasihi, dan kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhanmu, Tuhan semesta alam.

Antara Tuhan, Neraka, dan Keadilan

Dalam film-film action kita sering mendengar dialog tokoh antagonis (kira-kira begini) “Akan segera kukirim kau ke neraka!” Yeah! Bug! Bletakk!!! Adu jotos pun terjadi. Bisa ditebak tokoh utamanyalah yang menang. Lantas siapa yang akhirnya mampir ke neraka? Entah. Kecuali filmnya berjudul “Siksa Kubur”, tentu sudah tamat duluan ketika pemeran jahatnya koit atau masuk bui.

Pertanyaannya apa kita betul-betul percaya bahwa neraka itu ada? Boro-boro berkunjung ke sana, melihatnya pun belum pernah. Paling-paling neraka diasosiasikan sebagai tempat yang serba api, membara, dan penuh sesak dengan setan-setan bertanduk bermata merah. di tempat itulah manusia-manusia yang durhaka mendapat hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya semasa hidup. Ada yang disiram dengan air mendidih hingga melepuh, ada yang mengenakan baju berbahan aspal, ada pula yang menenggak air bercampur nanah.

Lho, kok bisa tahu keadaan neraka? Situ ahli neraka ya? Demikianlah yang sering termaktub dalam kitab suci. Bagi yang mempercayainya, tentu saja neraka terlihat sangat nyata. Namun bagaimana dengan yang tidak? Bagaimana dengan mereka yang bahkan tidak pernah tahu apa nama kitab sucinya?

Manusia abad modern terlalu bebal untuk bergidik ngeri ketika mendengar ancaman siksa neraka. Tidak sedikit yang berpikir neraka hanya bualan, sekedar dongeng untuk menakut-nakuti orang. Kalau pun neraka itu ada, mana buktinya? Seandainya neraka itu ada, bukankah itu justru mengesankan bahwa Tuhan suka menyiksa? Kenapa Tuhan begitu keamnya pada manusia? Subhanallah...

Tidak mudah memang, menghadapi pemikiran manusia yang kian sekuler yang memisahkan urusan dunia dengan urusan transedental yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Baiknya kita gunakan analogi sederhana saja.

Di dunia ini ada orang-orang baik dan orang-orang jahat. Semua orang waras tentu akan lebih menyukai dunia ini dipenuhi oleh orang-orang baik sehingga hidup ini akan menjadi tenteram dan diliput bahagia. Namun nyatanya, ada saja orang jahat yang sering berulah. Merampok, menganiaya, melakukan kerusakan-kerusakan di muka bumi hingga merugikan orang lain. Dalam kondisi ini, bukankah pantas orang jahat mendapat hukuman? Entah itu hukuman penjara atau sekalian hukuman mati. Dor! Satu penjahat mati. Namun kehidupan masih terus melahirkan kejahatan dan kekerasan. Seakan-akan hukum ciptaan manusia tidak cukup untuk melindungi orang-orang baik dari ancaman orang-orang jahat.

Namun seringkali hidup ini tidak sesederhana melenyapkan orang jahat dan melindungi orang baik. Seringkali ada ketidakadilan dan kejahatan yang tak terungkap yang mengakibatkan derita berkepanjangan. Karena itulah, hanya Tuhan yang memiliki hak veto untuk memberi balasan atas setiap amal perbuatan manusia selama hidup di dunia.

Keberadaan neraka bukanlah sebuah tempat fiktif hasil rekaan sutradara keblenger. Neraka adalah sebuah keniscayaan yang wajib diyakini. Neraka bukanlah bukti bahwa Tuhan sedang berlaku kejam pada manusia. Justru manusialah yang terus-menerus menyiksa diri dan batinnya dengan perbuatan dosa. Manusia sendirilah yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya hingga merugikan orang lain. Sungguh, manusia sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri, entah dengan menenggak alkohol, bermain judi, berzina, atau melakukan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.

Lantas, pantaskah orang-orang yang selalu berbuat kerusakan itu ditempatkan di tempat yang mulia di sisi-Nya? Pantaskah seorang laki-laki pezina yang dirutuk banyak manusia berseru lantang pada Tuhannya minta ditempatkan di surga? Anak kecil pun tahu itu tidak pantas.

Demikianlah Tuhan menciptakan neraka bukan sebagai sebuah bentuk kekejamannya. Tuhan menciptakan neraka sebagai sebuah bentuk keadilan-Nya bagi umat manusia. Berbuat baik dibalas surga, berbuat jahat dibalas neraka. Sederhana dan sangat adil bukan? Jadi, tak perlu risau Tuhan akan disuap. Bahkan seandainya Tuhan disuap dengan emas sepenuh bumi pun Dia takkan mau. “Wani piro???”

Wednesday 29 January 2014

Anak Muda Jangan Takut Salah

Setiap diri kita pasti tidak suka bila disalahkan. Ada insiden, sebuah mobil menabrak truk hingga bodinya ringsek. Pengemudi mobil menyalahkan sopir truk yang menurutnya mengerem mendadak. Sopir truk tak mau kalah, balik menyalahkan pengendara mobil yang menurutnya memacu kendaraannya terlalu kencang. Perdebatan sengit di antara keduanya nyaris berujung adu bonyok bila polisi tak segera melerai keduanya. Ahh...kita tinggalkan dulu perdebatan sengit pengendara mobil dan sopir truk di atas. Biarlah urusan mereka diselesaikan di kantor polisi (dengan damai).

Cerita di atas tentu saja menunjukkan betapa klisenya manusia. Di satu sisi kita tidak suka disalahkan. Itu normal, wajar sekali. Tapi kita pun harus sadar diri bahwa kita bukanlah makhluk yang sempurna yang luput dari segala kekeliruan. Mustahil ada manusia yang selama hidupnya bertindak selalu benar, nihil kesalahan. Sekali lagi, kita harus sadar diri bahwa kita memang ‘didesain’ untuk bisa salah. Meskipun begitu, Tuhan selalu adil karena kita juga ‘didesain’ untuk bisa belajar dari kesalahan itu dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Kecenderungan manusia yang enggan untuk disalahkan inilah yang seringkali memicu sikap takut salah dalam bertindak. Manusia bisa saja merasa segan untuk melakukan sesuatu, enggan bertindak, hanya karena lebih memilih ‘bermain aman,’ dan menghindari kesalahan yang mungkin dilakukan. Sikap semacam ini adalah bom waktu yang akan meruntuhkan impian-impian Anda.

Takut salah adalah penghambat terbesar bagi siapapun yang ingin maju dan berkembang. Nggak percaya? Baik, pakai analogi simpel saja. Pernah membayangkan, bagaimana dunia ini bila Thomas Alva Edison takut kesetrum saat membuat bohlam lampu? Apa jadinya kehidupan sekarang bila Bang Edison nggak jadi-jadi membuat bohlam lampu hanya gara-gara dia takut kesetrum sepanjang hidupnya? Mungkin peradaban manusia tak akan semaju sekarang, alih-alih kita malah disibukkan mencari kayu bakar ke dalam hutan sekedar untuk menyalakan pelita di malam hari. Nggak kebayang kan? Makanya nggak usah dibayangin.

Dengan kata lain, keberanian untuk melangkah melawan rasa takut adalah sebuah lompatan besar dalam usaha mencapai impian dan cita-cita kita. Selamat, seandainya Anda telah mencapai tahap ini. Itu artinya Anda telah tiga langkah lebih maju untuk menjadi orang sukses. Trust me, it works! Keberanian Anda untuk mengalahkan rasa takut salah akan mensugesti diri Anda untuk lebih mantap dan percaya diri dalam memutuskan segala sesuatu. Tanamkan dalam pikiran Anda bahwa selama apa yang Anda jalani adalah benar dan untuk tujuan yang mulia, maka tidak ada kata takut salah.

Saran lagi? Pelajari lebih banyak hal dan perluas wawasan Anda agar kemungkinan tindakan Anda ‘benar’ dan ‘berguna’ menjadi lebih besar. Dan tentu saja, jangan lupa berdoa, mintalah kepada Tuhan, serta luruskan niatan Anda semata-mata sebagai ibadah kepada-Nya.

NB: tulisan ini dikhususkan dalam konteks tindakan yang positif. jangan sampai sikap tidak takut salah malah dijadikan dalil pembenaran atas setiap kebodohan dan kecerobohan yang anda lakukan. Bacalah dari berbagai sudut pandang, selalu ambil sisi positifnya bagi Anda.

- N. W. -

Berdamailah dengan Kritik agar SUKSES

Jangan pedulikan kritik yang kau terima sekarang. Kau harus belajar untuk maju. Jangan kau buang waktu untuk mendengar orang yang hanya akan mencecarmu. Percuma, sayang kan waktunya? Satu detik yang kau gunakan untuk mengeluh adalah satu detik yang seharusnya kau pakai untuk berupaya.

Terkadang, orang yang mengkritik kita tidak tahu bahwa apa yang dikritiknya mungkin terdengar berbeda di telinga kita. Mungkin kita sering merasa disudutkan atau bahasa kasarnya ‘dibantai’ ketika perbuatan atau hasil kerja kita dikritik. Kita merasa semua usaha kita menjadi sia-sia ketika kritik itu datang.

Hal ini jelas sebuah pemikiran yang keliru dan menunjukkan betapa lemahnya mental kita. Dalam hidup ini, kritik akan selalu ada. Dalam hidup ini, setiap kritik selalu bisa disikapi secara positif dan memaknainya sebagai sebuah motivasi eksternal untuk meningkatkan kinerja kita atau memperbaiki sikap kita yang selama ini keliru. Coba pikirkan, bukankah akan sangat berbahaya bila semua manusia di bumi ini tidak pernah saling mengkritik satu sama lain? Bayangkan seandainya semua manusia membiarkan begitu saja kesalahan dan kekeliruan merajalela, tanpa seorang pun yang berani mengkritik. Apa jadinya peradaban manusia tanpa kritik?

Oke lah, berdamailah dengan kritik paling pedas sekalipun. Berdamailah dengan orang yang mengatakan “hasil kerjamu jelek.” Tapi ingatlah, bahwa setiap diri kita harus selalu belajar untuk mengkritik secara konstruktif. Belajarlah mengkritik dengan bijak tanpa melukai perasaan orang yang kita kritik. Jangan sampai kritik yang diberikan malah menjadi virus paten yang membuat trauma hingga mematikan masa depan orang yang kita kritik.

- N. W. -

Antara Kehilangan Ayam dan Kehilangan Iman

Beberapa hari lalu, ayam peliharaan saya hilang. Kandang tempat si ayam menghabiskan sisa-sisa umurnya pun rusak. Entah dirusak paksa atau tertimpa genteng rumah, saya tidak bisa memastikan. Intinya, ayam salah satu ayam saya hilang dan sampai sekarang tak diketahui rimbanya. Tentu saja saya tidak akan ujug-ujug membicarakan tentang ayam di sini tanpa alasan. Toh saya bukan penjual ayam. Seperti biasa, ayam saya yang hilang hanya perumpamaan, permisalan untuk memudahkan pemahaman sebuah konteks masalah.

Well, di dunia yang sementara ini, setiap orang pasti pernah mengalami kehilangan. Ada yang kehilangan uang, kehilangan motor, kehilangan saham, kehilangan rumah, kehilangan anak, kehilangan istri, sampai kehilangan harga diri. Begitulah setiap materi, setiap benda duniawi yang maujud secara fisik sangat mungkin hilang dari kepemilikan manusia. Silahkan saja memiliki perumahan atau apartemen mewah dengan luas setara dengan kota New York dengan segala kemewahan fasilitasnya. Lalu apa yang terjadi bila gempa 10 SR atau badai tornado memporak-porandakan bangunan-bangunan apartemen menjadi puing-puing rata dengan tanah? Adakah yang tersisa selain kehilangan dan kehancuran?

Seringkali, manusia diributkan dengan berita kehilangan. Motor hilang, ribut. Duit hilang, ribut. Istri hilang, ribut, takut digaet orang mungkin. Itu wajar. Yang nggak wajar kalo pas kehilangan malah tenang-tenang saja. Tapi pernahkah terpikir oleh kita, bagaimana bila yang hilang itu adalah benda non-maujud secara fisik, benda abstrak yang tak terindera seperti IMAN?

“Iman” bukanlah benda konkret. Iman tak bisa diraba atau diindera. Sejauh peradaban manusia belum ada seorang peneliti pun yang mampu membuat alat pengukur iman secara presisi dan akurat. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila manusia cenderung lebih peka terhadap kehilangan harta benda materi keduawian daripada kehilangan IMAN. Padahal sejatinya, IMAN inilah yang akan menjadi bekal kita ketika kita menghadap Sang Khalik di Hari Akhir di mana harta dan anak-anak kita tiada mampu menolong kita.

“Lantas, gue harus mikirin IMAN gitu? Gue harus ngelupain urusan duit gue yang hilang kemarin dengan alasan karena gue sekarang udah beriman, gue tawakal aja tuh duit ilang..!?”

Ah, susahnya mengingatkan mereka yang selalu memisahkan urusan agama dan dunia. Keduanya selalu dipandang bak air dan minyak yang tak mungkin bersatu. Padahal kalau kita mau dan tahu, agama bisa memandu kita pada kehidupan yang lebih baik selama kita meyakininya sepenuh hati dan bertindak sesuai koridor ajaran-ajaran-Nya. Sekali lagi, itu hanya bagi yang yakin lho ya, alias yang IMAN saja. Lantas bagaimana jika IMAN saja udah hilang? Prahnya lagi itu orang nggak nyadar kalo dirinya sudah kehilangan nilai-nilai IMAN dalam dirinya? (duh Gusti)...

Ingat, urusan kehilangan iman nggak sesederhana urusan mencari ayam saya yang hilang. Tinggal lapor polisi atau tanya warga setempat buat bantu nyariin, tahu-tahu ketemu. Urusan IMAN nggak bisa begitu saja diperoleh atau dicari kembali. Butuh waktu, proses, dan pengorbanan di dalamnya untuk menemukan iman. Kita nggak bisa langsung ngadu ke Pak Ustadz, merengek-rengek minta dibalikin imannya yang hilang karena vonis dokter mengatakan bahwa hidupnya tinggal sebentar lagi. Terus gimana?

Iman itu lekat dengan ilmu. Untuk mendapatkan iman jelas harus punya ilmunya. Sekarang pertanyaannya kapan terakhir kali kita mengikuti kegiatan keagamaan, pengajian misalnya. Atau mungkin yang lebih sederhana, kaan terakhir kali kita membuka kitab suci? Nggak pernah? Atau malah nggak bisa bacanya? Nggak punya!!!??? (duh Gusti)...

Karena itu, tak ada salahnya kita mulai bertanya, adakah hati saya sudah tenteram? Adakah saya merasa dekat dengan Tuhan selama ini? Atau malah sebaliknya. Tanyakan pada hati kecil kita yang seringkali lebih peka dengan kadar keimanan kita. Ketidaktenteraman hati dan kegelisahan yang tak berkesudahan merupakan beberapa indikasi menurunnya nilai-nilai keimanan dalam hati kita. Nah, sebelum IMAN itu hilang dan membuat gelap hati kita, maka sudah sepantasnya kita me-recharge iman kita dengan ilmu-ilmu yang manfaat. Pun dengan tindakan-tindakan baik pada sesama yang efektif menenangkan hati dan memperbaiki kadar keimanan kita. Trust me! Salah satu sumber kegelisahan dan galaunya hati kita adalah kurangnya perbuatan baik yang kita lakukan pada sesama. Percayalah, hanya dengan mengingat Tuhan, maka hatimu akan jauh lebih tenteram, bagi mereka yang meyakini-Nya.

So, pertanyaan terakhir: di mana ayam saya? Atau di mana IMAN saya sekarang??? Yuk, saling bantu mencarinya. Hehehe...

JODOH di Otak Mahasiswa Semester Akhir

Selaku mahasiswa semester akhir, saya rasa topik tentang “JODOH” merupakan salah satu topik yang cukup sensitif. Saya belum menikah (di KTP masih belum kawin), dan sejauh ini belum memahami betul tentang konsep jodoh. Jadi daripada nanti dikira sok tahu, saya akan menyitir nasihat seorang bijak saja dalam urusan ini.

Orang bijak tersebut mengungkapkan bahwa dalam urusan jodoh, RESTU ORANGTUA adalah salah satu kunci pokok yang akan mendukung langgengnya hubungan selanjutnya. Secara logika saya yang awam, jelas saja restu orangtua sangat berpengaruh. Bayangkan, betapa indahnya bila kita mendapati jodoh kita sebagai sosok yang disayang orangtua kita. Urusan-urusan rumah tangga ke depan sangat mungkin lebih lancar karena hubungan pernikahan sejak awal telah mendapat restu dan dukungan penuh orangtua.

Namun bagaimana dengan mereka yang ngotot dengan pilihannya? Boleh jadi, si anak merasa bahwa pilihannya yang paling tepat. Alasannya karena sudah pacaran sekian tahun lamanya. Sudah saling mengenal luar daleman segala (ihh). Si anak mati-matian meyakinkan kedua emak-babe-nya untuk merestuin hubungan si anak dengan jodoh pilihannya itu. Entah bagaimana, si orangtua tetap keukeuh mengatakan tidak. “Pokoke, aku ora ngrestoni koe rabi karo bocah kae!”

Galau? Jelaslah. Nyeseknya lagi kalau di balik penolakan itu, diam-diam orangtua telah memilihkan jodoh untuk si anak yang dirasa lebih cocok dan tepat sesuai bibit, bebet, dan bobotnya. Emangnya ini jaman Londo apa? Masih main jodoh-jodohan segala! Sekarang jaman demokrasi Mak. Saya bebas bergaul dengan siapa saja, dan saya bebas menentukan pilihan terbaik bagi hidup saya (kata si anak berapi-api).

Well, saya tidak tahu kelanjutan nasib mereka yang mengalami kasus seperti ini. Bisa saja si anak memaksa orangtuanya untuk merestui pilihannya (sambil berderai-derai air mata tentunya). Bisa juga pihak orangtua memaksa si anak untuk menerima jodoh pilihan mereka. Tapi di jaman serba bebas seperti sekarang, asumsi pertamalah yang lebih mungkin terjadi. Pengecualian kalau kalian adalah anakr raja atau bagian dari keluarga kerajaan yang masih sangat mungkin urusan jodoh-perjodohan diatur/dikonspirasikan (piss).

And then, what’s wrong with it? Sebagaimana nasihat orang bijak di awal tulisan ini, saya rasa sudah saatnya kalau memang kalian mau serius memikirkan jodoh, maka kalian pun harus siap mencari jodoh yang sekiranya bisa membuat melting orangtua kalian. Nggak bisa asal comot. Orangtua selalu membuat standar penilaian (idealisme) tertentu soal jodoh. Tugas kalian adalah mencoba mengorek informasi dari orangtua kalian. Mengajak orangtua mengobrol santai soal jodoh lebih berguna daripada curhat pada teman satu kos (yang boleh jadi endingnya malah gosipin cowok sebelah).

So, inilah pilihan kalian. Mau tak mau, kalian harus menerima kenyataan ini dan menyikapinya sebijak dan searif mungkin. Semoga kalian segera dipertemukan dengan jodoh pilihan hati yang direstui orangtua, dilegalkan negara, dihalalkan agama, dan kelak menjadi pendamping kalian kala menapak surga-Nya. Aamiin.


Salam,

CMIIW

Sajak Dunia Memang Tidak Adil

Dunia memang tak adil!
Itu benar, dunia memang tak pernah adil.
Dunia selalu diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja.
Diperuntukkan bagi mereka yang spesial.
Mereka yang berbeda, yang tak ragu meninggalkan jalan kelompok yang biasa-biasa.

Dunia memang tidak adil!
Itu benar, dunia memang tak pernah adil.
Dunia selalu diperuntukkan bagi orang-orang terbaik.
Diperuntukkan bagi mereka yang gigih berjuang.
Menyadari bahwa pemenang adalah insan terbaik dan tak ragu berusaha.

Dunia memang tak adil!
Itu benar, dunia memang tak pernah adil.
Dunia selalu diperuntukkan bagi mereka yang bangkit ketika gagal.
Diperuntukkan bagi mereka yang lebih memilih menyeka keringat daripada berkeluh kesah tiada guna.

Dunia memang tak adil!
Itu benar, namun tahukah kau di balik ketidakadilan itu KEADILAN yang sesungguhnya berada.
Apa jadinya dunia ini bila para pemalas dibiarkan kaya sementara mereka yang ulet teronggok kumal dalam kemiskinan?
Apa jadinya bila para pengeluh dan pecundang dibiarkan memiliki kedudukan sementara mereka yang berpeluh dalam upaya malah nahas dilindas ketidakadilan?
Dan apa jadinya dunia ini bila para pendusta dan pendosa dibiarkan menjadi makhluk mulia di dalamnya? Tidakkah kau memikirkannya?
Sungguh, inilah keadilan DUNIA yang sesungguhnya. Inilah hakikat KEADILAN di balik KETIDAKADILAN. Bukalah hatimu, dan mulailah memikirkannya.
Semoga kau paham.

Antara Nilai Akademis dan Kesuksesan Pembelajar Sejati

Emang nilai itu penting ya buat kesuksesan kita? Misal kita dapet nilai 100 pas ujian, terus ekspresi kita gimana? Bayangin! Wah, langsung lonjak-lonjak girang mirip tante girang gitu ya? (//_n) piss gan. Tapi biar gimanapun namanya nilai tetep penting terutama bagi kita para pelajar yang sangat dibanggakan di tengah sistem pendidikan yang konon kian menuai kritik.

Ane waktu SMP pernah nulis seputar ILMU atau NILAI. alhamdulillah tulisan ane dimuat di buletin SMP. :D bangga dikit lah. Intinya, kita sekolah buat apa sih? Ilmu? ato Nilai doang? Lihatlah dunia ini, banyak tokoh-tokoh dunia yang mencapai kesuksesannya justru dengan predikat 'bodoh' di sekolah. Siapa yang nggak kenal Thomas Alfa Edisson? Kenal semua  kan/ Nah, baca deh cerita hidupnya si edison ini. Semoga akan muncul inspirasi baru dalam belajar.

Kesuksesan seseorang dalam belajar menurut ane pribadi bkan terletak pada intensitas proses belajar itu, tidak hanya itu. Namun yang lebih penting adalah proses merasa senang dan nyaman saat melaksanakan kegiatan belajarlah yang lebih penting.

Daddy Oh Daddy


Sebal? Rasanya kau tidak sebal karena orang lain. Kau sebal terhadap dirimu sendiri yang tak kunjung beranjak dari kemalasan. Memaki dirimu yang tak kunjung berjingkat menenteng tas berisi buku-buku pelajaran untuk menyongsong hari esok yang penuh dengan berbagai tugas dan materi di sekolah. Ya, kau habis kan hidupmu di sekolah. Seharian penuh kau berada di skeolah. Apa yang kau dapatkan di sana hah? Ilmu? Teman? Uang? Heh, aku yakin kau memang mendapatkan itu semua saat di sekolah. Tapi aku yakin kau tak pernah mampu memaknai aktivitasmu di bangku kelas.

Lihatlah dirimu sendiri. Menyedihkan! Kau hanya datang ke kelas, mendengarkan penjelasan guru sekedarnya, mengerjakan soal-soal latihan, dan sesekali terkantuk-kantuk ketika mendapat ceramah gratis dari guru yang (mungkin) terdengar membosankan. Itu di dalam kelas. Di luar kelas kau lebih kacau! Lebih liar! Makan ini makan itu, tak peduli racun apa yang kau masukkan dalam perut. Pewarna, pemutih, pengawet, dan “pe-” yang lainnya tanpa sadar kau lahap dalam sekali makan. Yang penting kenyang. Nafsu perut kenyang, nafsu yang lain pun tak mau ketinggalan.

Mojok bareng temen cewek di perpus. Makan bareng di kantin. Jangan lupa suap-suapannya. Seusai sekolah, tidak ketinggalan rutinitas mengantar anak gadis orang sana sini dilakukan secara sukarela. Lalu tanpa pikir panjang “bersilaturahmi” (baca: apel) ke rumah anak gadis orang. Dan “untungnya” bokap nyokab si anak gadis fine-fine aja tuh. Membiarkan dirimu berdua-duaan, asyik masyuk dengan si gadis. Ya, untuk sementara statusnya gadis, entah berapa tahun mendatang statusnya sudah berubah jadi apa. Tergantung kau lebih dekat dengan Tuhan atau setan.

Bulir-bulir iman di hatimu kini kian memudar. Rutinitasmu tak lebih dari memanjakan syahwatmu, menuruti bisikan nafsumu yang tak kunjung habis. Aku maklum karena kau masih muda. Gejolak emosimu lebih labil daripada aku yang telah renta. Aku hanya menyayangka kau yang dengan tanpa rasa berdosa membohongi Tuhanmu sendiri. Sadarkah kau telah membihingi tuhanmu sendiri? Tiap kali takbirmu bergema kau menyatakan sendiri bahwa “sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah...” Tapi seusai itu dengan enteng kau mendatangi pintu-pintu maksiat yang lain. Kau habiskan sisa-sisa waktu mudamu dengan bermain-main, nongkrong, pacaran. Dan semuanya kau lakukan dengan ringannya? Tega nian kau berdusta pada Tuhanmu sendiri. Tanyalah pada hati kecilmu yang kini tengah tersiksa itu.

Yah, begitulah. Hingga detik ini kau tak kunjung sadar bahwa kau hidup dalam ketersia-siaan. Kau hidup sekedar menuruti apa kata orang lain. Kau sekolah karena kau melihat teman-teman seusiamu sekolah. Kau belajar karena kau termotivasi dengan nilai, bukan ilmu. Kau sholat hanya untuk menggugurkan kewajiban saja tanpa sekalipun mencoba mengamalkan nilai-nilai ibadah di dalam keseharianmu. Kau bahkan tidak pernah menyadari untuk apa kau hidup ini. Itu fatal anakku! Celakalah orang yang badannya hidup, tapi sejatinya (hatinya) telah mati. Celak, nak. Sungguh celaka orang yang demikian. Aku tak ingin kau mendengar keluh kesahku. Aku hanya ingin kau berubah. Sadari untuk apa kau hidup ini! Aku mungkin tidak sesempurna ayah-ayah lain di dunia ini. Ayah hanya ingin kau segera menyadari siapa dirimu sebenarnya. Ayah ingin kau segera kembali meniti jalan yang lurus yang telah Tuhan gariskan.

Tapi ayah bangga padamu. Kau telah memulai dengan awal yang bagus nak. Kau telah mencoba mengatasi fitnah terbesar dalam hidupmu. Kau berangsur-angsur telah membuka mata. Tak usah risau dengan cintamu itu. Ayah tahu kau begitu mencintainya. Itu wajar nak. Tapi perasaanmu yang kau umbar-umbar itu lama-kelamaan justru akan semakin hambar! Yakinlah pada ucapan ayah ini. Semua akan jauh lebih indah bila kau menuruti skenario cerita Sang Pemilik Cinta itu sendiri. Kau hanya perlu menjaga hatimu nak. Jangan takut, jangan risau akan hal itu.

Ayo, nak. Raihlah tangan ayah. Ayah tidak ingin kau terperosok lebih jauh lagi. Mumpung kau masih belia, masih ada banyak jalan untuk kembali. Ayah berjanji akan membantumu, nak. Ayah berjanji! Kini ayah telah di sini. Maafkan ayah yang dulu terlanjur pergi. Membiarkanmu mencari kasih sayang dari ‘belas kasih’ orang lain. Maafkan ayah nak. Semoga di sisa umur ayah, aku masih bisa melihatmu meraih cita-citamu. Ayah bangga memiliki anak sepertimu. Maafkan ayah, nak...

Dear Mona


Dear Mona...

Apa kabarmu di sana Mona? Baik-baik saja kah? Apa kau kurang makan di sana? Bagaimana kabar rambut hitam pekatmu yang setiap sepuluh menit sekali kau rapikan itu? Hahaha... mana mungkin aku lupa dengan kebiasaanmu di kelas dulu. Lima tahun sekelas denganmu adalah salah satu anugerah terindah yang Tuhan beri dalam hidupku. Dan selama lima tahun itu pula kau mengajarkan banyak hal padaku, juga pada semua orang. Hingga detik ini pun masih banyak orang yang merindukan kehadiranmu, termasuk diriku...

"Dian Kusuma Evinawati." Entah kenapa kau lebih suka dipanggil Mona (terdengar maksa banget deh). Gadis yang lucu, imut, periang dan jago menulis cerpen. Kerjaannya di kelas: Sibuuuk sekali menulis sesuatu di kertas memo. Entah apa lah yang kau tulis. Begitu pelajaran berakhir kau buang kertas-kertas itu. Boleh jadi kau tak pernah menyadari bahwa diam-diam aku rajin memungut kertas demi kertas yang kau buang ke tong sampah. Aku hanya tertawa geli membaca luapan perasaanmu di kertas memo itu. “HUFT,” “Hadeewww,” “Boring beud!” adalah tiga kata yang paling sering kudapati dalam kertas memo itu. Tuduh aku seorang yang kepo atau apalah. Silahkan. Aku pun takkan keberatan kalau dicap sebagai pemulung. Faktanya aku memang rajin mungutin kertas-kertas memomu dari tong sampah. Kalau kau sebal setelah mendengar pengakuanku ini, silahkan kau tempeli kotak sampah itu dengan stiker: “YANG MERASA PEMULUNG DILARANG KEPO!” Hehe...

Apa kabarmu di sana, Mon? Baik-baik saja kan? Harus kuakui bahwa aku di kelas merindukan kehadiranmu. Gadis manis dengan bandana merah yang setia nangkring di kepalanya. Gadis yang paling rajin berangkat pagi, mengerjakan piket harian yang sebenarnya bukan gilirannya. Gadis periang yang dengan sukarela meminjami PR untuk dicontek teman-teman sekelas. Kau tahu, guru Bahasa Indonesia yang sekarang jauh lebih galak dari Pak Nur lho.

Inget nggak, dulu waktu masih duduk di kelas X, Pak Nur yang tampak awet muda di usia 38 tahun adalah primadona cewek sekelas. Sampai-sampai seisi kelas sepakat memanggilnya Mas Nur. Si Ryan yang  tampangnya setara dengan Denny Sumargo saja sampai sirik dibuatnya. Barangkali kau termasuk salah satu fans Mas Nur. Sayang, semenjak kau pergi beliau juga turut pergi meninggalkan sekolah. Katanya sih mau pindah ke luar negeri. Padahal itu cuma akal-akalannya doang buat ngibulin anak-anak sekelas kalo dia mau pindah mengajar di salah satu SMA swasta di Semarang.

Apa mau dikata, Mas Nur yang ramah lingkungan itu pergi, begitu pula denganmu. Aku hanya bisa terdiam sendiri di sini berkutat dengan lembar-lembar buku yang kian kusut. Membuatku malas menjamahnya meski hanya sekian menit. Padahal ujian kini tinggal menghitung minggu. Dulu, ketika kau di sini, kau yang mengingatkanku untuk terus belajar. Ingat kan waktu kau mengajariku menulis cerpen? Ya, sebuah tugas menyebalkan yang menurutku cuma cocok buat kaum hawa. Mana ada cowok yang minat nulis cerpen? Kalaupun ada pasti jumlahnya tidak banyak. Aku tak terlalu berminat pada cerpen Mon. Menulis cerpen itu terlalu feminim dan nggak ada cocok-cocoknya buat cowok. Nulis cerpen cuma buat mereka para banci nggak jelas identitas kelaminnya yang doyan dengerin lagu-lagu cinta, galau, dan nonton FTV. Beuh! Tak terbesit di otakku untuk menulis cerpen. Gengsiku terlalu tinggi untuk melakukannya.

Dear Mona...

Kini sepertinya kau telah berhasil memaksaku untuk menjilat ludahku sendiri. Ya, faktanya karena cerpen inilah aku bisa terus mengingatmu meski tak lagi bersitatap denganmu. Aku tak pernah berhenti menulis cerpen sekedar untuk merasakan kehadiranmu. Mengenang kembali saat-saat di bawah pohon kersen di sekolah. Kau sempurna mengajarkan sesuatu yang membuatku tak dapat melupakanmu. Dengan cerpen, kau memberiku kesempatan untuk memanjakan diri dengan segala perasaan “spesial” yang hanya aku rasakan ketika bersua denganmu.

Kau memang selalu cuek dengan urusan perasaan ini. Kau tidak pernah pacaran. Kau terlalu teguh memegang prinsip pacaran setelah nikah. Jagoan basket dan primadona sekolah sekaliber Ryan pun tak kau tanggapi. Kasihan dia dulu rela hujan-hujanan cuma buat menungguimu membuka pintu rumahmu. Pembuktian cinta katanya. Omong kosong. Meski akhirnya kau bukakan pintu rumah, itu pasti bukan karena kau sudi menerima kehadirannya. Kau cuma iba dan takut dianggap sebagai tersangka atas flu yang bakal Ryan derita kalau terus-terusan kehujanan.

Hahaha...ijinkan aku kembali tertawa Mon. Kau begitu lucu. Kau begitu berbeda dari cewek-cewek kebanyakan. Kau seakan tahu bagaimana cara meninggalkan kesan dan kenangan yang terindah di relung hati setiap orang semasa sekolah dulu. Kau...kau begitu spesial di mata setiap orang. Tak seorang pun yang tahu tentang perasaanmu. Kau pintar bersandiwara, menyembunyikan setiap masalahmu agar orang lain tak terbebani dengan kehadiranmu. Meski demikian tak sedikit pula anak-anak usil yang menyalahgunakan kebaikanmu. Lima tahun kita menjalani masa-masa sekolah bersama. Dan selama 5 tahun itu pula kau menghadirkan banyak cerita yang tak bisa kutulis satu per satu di sini.

Tapi kenapa kau tak pernah jujur padaku? Kenapa kau membohongi semua orang Mon? Ya, kau telah sempurna membohongi semua orang dengan senyum manis dan wajah tegar itu. Wajah yang begitu teduh seakan kau tak pernah dirundung duka? Mungkinkah kau tidak suka dikasihani oleh orang lain hanya karena penyakit leukemiamu? Ataukah karena kau saja yang terlalu pandai bersandiwara, bersikap tegar dan tetap berlaku baik pada semua orang meski kau tahu hidupmu takkan lama?

Seandainya kau mengatakan yang sebenarnya, tak akan ada orang yang menyakitimu. Kau akan menjadi makhluk paling disayang di dunia ini. Bahkan aku pun akan berjanji untuk menjagamu apapun yang terjadi. Aku takkan membiarkanmu dimaki habis-habisan oleh Sarah sewaktu kau disangka selingkuh dengan pacarnya. Aku juga tak akan membiarkan makananmu ludes disambar gengnya Nindy. Aku takkan membiarkanmu menjadi bahan ejekan hanya gara-gara sepatu bututmu. Aku takkan membiarkan setiap PR yang kau kerjakan menjadi sasaran contekan teman-teman sekelas. Bahkan aku menyesal telah ikut nimbrung mencontek PRmu berkali-kali. Aku menyesal tidak sempat membalas setiap budi baikmu selama ini.

Satu-satunya kenangan pahit yang terssisa tentangmu hanyalah hari-hari terakhir menunggui tubuhmu yang tergolek lemah dengan detektor detak jantung yang justru menambah kesan horor di ruang perawatan. Aku tak bisa melakukan apa-apa. Lagipula aku bukan siapa-siapa untukmu, Mon. Saat itu aku hanya bisa menengadahkan kedua tangan, memohon keajaiban demi kesembuhanmu. Namun, hingga sebuah garis mendatar terpampang di layar detektor, keajaiban itu tak kunjung datang. Saat itulah untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan sesaknya ketika ditinggal pergi seseorang yang terlanjur kita sayangi.

Dear Mona...

Kini, genap  3 bulan kepergianmu. Hanya cerpen ini yang bisa aku tulis untuk mengingatmu. Terkesan seperti surat memang, karena aku terlampau bingung untuk menjadikan setiap momen yang kita alami bersama menjadi sebuah cerpen yang penuh makna. Mon, dirimulah yang dulu mengajariku menulis cerpen. Kini kau lihat sendiri aku telah menulisnya meski aku tahu, cerpen ini takkan pernah seapik goresan penamu. Bukankah kau berpesan bahwa langkah pertama untuk menulis adalah mengabaikan kritikan orang lain sampai tulisan kita selesai? Setidaknya hingga detik ini aku masih mematuhi nasihatmu.

Hmm... seandainya saat ini aku bisa memanggil satu malaikat, akan kutitipkan cerpen ini untukmu. Akan kuselipkan cerita ini dalam sepucuk amplop paling wangi di dunia. Meski aku belum tahu di mana letak surga itu, aku hanya berharap kau bisa meraih kebahagiaanmu di sana. Bersanding bersama belaian sayang dan kecupan lembut dari bundamu tercinta, juga orang-orang yang akan selalu mengasihimu. Lekas pejamkan matamu, Mon. Rapatkan selimut kedamaian agar kau tetap hangat. Rasakan kehangatan kasih semua orang di sini yang tak pernah berhenti mencintaimu. Semua orang hingga kini masih sibuk membisikkan rindu untukmu. Begitu pula dengan diriku...

Teruntuk malaikat-malaikat di langit, dengan kepak sayap-sayapmu yang agung, sampaikan sepucuk cerita ini, dariku untuk Mona di surga...



Your friend and secret admire,


Kevin Pratama

Cinta itu Selalu Sederhana


Ijinkan saya mengungkapkan satu hal saja yang cukup membingungkan bagi diri saya pribadi. Siapa tahu di antara kalian ada yang berkenan membantu saya menemukan jawaban atas persoalan yang sepertinya sangat sederhana ini. Namun sebelumnya, saya tegaskan di sini bahwa saya tidak sedang membuat sebuah generalisasi terhadap realita yang ada di sekitar kita. Saya hanya menyajikan sudut pandang saya pribadi yang boleh jadi sangat keliru dan menyimpang jauh dari dalil-dalil kebenaran dan logika. Saya perlu untuk belajar. Dan untuk itulah saya perlu untuk bertanya pada Anda yang lebih tahu daripada saya. . .

***

Hmm...boleh jadi sampai detik ini masih banyak orang yang berjibaku, berjuang sekuat tenaga, berkorban waktu, materi, tenaga, demi mengusung misi pembuktian cinta. Dalam misi ini, tak sedikit di antara mereka yang meluangkan banyak waktunya demi mengantarkan sang pujaan hati kesana kemari dengan motor kesayangan pembelian orangtuanya. Tidak sedikit pula yang saling bertukar bingkisan, coklat, dan kue tart setiap hari ulang tahun atau valentine. Sebagian lagi merelakan uang tabungannya untuk 'sedikit' berbagi makanan dengan sang pujaan hati di restoran/cafe-cafe berhiaskan temaram lampu-lampu 10 Watt. Tak sedikit pula yang setiap malam minggu berdandan rapi, wangi, dengan parfum yang mengusik hidung dan pakaian paling modis. Kemudian, sambil bersiul dan berdendang, ia melangkahkan kaki menuju rumah sang pujaan hati. Kencan, apel, ngedate, hang out, whatever lah namanya.

Haruskah semua itu dilakukan untuk membuktikan cinta itu sendiri? apa tidak ada cara lain yang lebih sederhana untuk memahami hal ini?

Mungkin dengan cara seperti inilah kita bisa meyakinkan diri bahwa orang yang kita cintai akan tetap kita miliki dan tetap mencintai kita. Sempurna, tidak berpaling, tidak berpindah ke lain hati. Ya, saya pikir sudah banyak orang yang beranggapan bahwa cinta itu harus dibuktikan dan diperjuangkan. Hati yang selalu memendam gelisah membutuhkan lebih banyak 'obat penenang' untuk memastikan bahwa orang yang kita cintai akan selalu dekat dan tetap kita miliki.

Lihatlah, banyak muda-mudi sekarang yang begitu gampang galau, gelisah hanya karena sang pujaan hati tak kunjung membalas SMS. Ada saja orang-orang yang gusar ketika orang yang dicintainya sedang mojok, asyik ngobrol dengan seseorang yang bukan diri kita. Betapa banyak yang lamaa sekali menggenggam HPnya erat2, sambil sesekali melongok layar HP, menghidupkan layar sekedar mengecek apakah ada sms masuk atau tidak. Berapa banyak orang yang melototin layar leptop, sibuuk sekali online di jejaring sosial, hanya demi menunggu balasan coment dari orang yang sedang dijatuh cintai? Lebay? Tidaak, tidak ada yang mengira ini sesuatu yang lebay terutama bagi mereka yang tengah kasmaran. Begitulah...

Namun sebongkah keheranan menyeruak dalam benak saya. Lihatlah ibu bapak, kakek nenek (bagi yang masih punya), atau orang2 tempo doeloe lainnya di mana saat itu TV dan HP adalah barang yang sangat langka. Lihatlah mereka yang entah bagaimana hanya dengan prosesi sederhana: melamar, tunangan, menikah, saling berkasih sayang, lantas mengarungi bahtera rumah tangga. Hidup bersama, membesarkan anak-anaknya dengan penuh gurat kebahagiaan di wajahnya. Saya sendiri merasa termasuk salah satu produk yang dihasilkan dari proses sederhana itu. Membahagiakan sekali.

Tak perlu ada hubungan penjajakan seperti pacaran, HTS, LDR, dsb. Tak ada even bagi2 coklat di tanggal 14 Februari. Tak ada acara traktir-traktir makan yang menghabiskan beribu-ribu perak. Tak ada pula aktivitas ojek2an (baca: antar jemput sana sini). Tak ada...dan memang sepertinya semua itu tidak diperlukan untuk sekedar membuktikan cinta. Tak perlu semuanya. Singkatnya: AKU+KAU = KUA !? Sesederhana itu. Bayangkan betapa herannya saya saat ini melihat paradoks sosial ini...

Hmm...seperti memutar ulang film-film percintaan tempo doeloe, adakah kini kita temui sepasang muda-mudi yang tanpa sengaja bertemu di halte bus, kemudian saling tersipu-sipu malu dengan raut muka yang memerah? Adakah kini kita temui sepasang muda-mudi yang saling salah tingkah ketika berpapasan dengan pujaan hatinya namun tak kuasa untuk mengungkapkan perasaannya? Si cowok berpura-pura menggaruk-garuk rambutnya yang tidak terasa gatal hanya untuk menyembunyikan kegugupan dan wajah yang bersemu merah di hadapan wanita yang dikaguminya. Adakah kini kita temui sepasang muda-mudi yang di tengah lalu lalang orang di jalan mencoba menunggui sang pujaan hati lewat dengan harapan ia akan berpapasan dengannya? Adakah kini kita temui sepasang muda-mudi yang memendam rapat-rapat cintanya dan seketika tersontak girang karena orang yang dikagumi itu mengajukan diri untuk menjadi pendamping hidupnya?

Cinta bukanlah matematika. Cinta tidak pernah pasti kapan datangnya dan kapan perginya. Lihatlah, banyak orang yang mengaku mencintai seseorang, namun ketika hubungan itu kandas, entah kenapa selang beberapa waktu kemudian ia bisa membangun kembali hatinya untuk kemudian mengaku cinta pada orang lain. Lihatlah orang yang jatuh cinta berkali-kali, kemudian berusaha mati-matian untuk mendapatkan orang yang dicintai namun akhirnya bertepuk sebelah tangan.

Di sisi lain tidak sedikit mereka yang secara ekstrim langsung menjalin ikatan pernikahan tanpa sekalipun pernah saling mengenal sebelumnya. Entah karena keyakinan pada firman Tuhan atau karena alasan lain, akhirnya dengan penuh tanggung jawab dan komitmen kuat untuk saling bersama mereka dapat menjalin hubungan yang serius, penuh kebahagiaan, dan melahirkan anak-anak yang lucu yang tertawa dengan riangnya, sembari memintal benang-benang masa depan.

Inilah kebingungan saya selama ini. Kebingungan yang mengundang berjuta tanya yang belum terjawab. Saya tidak bermaksud sok suci, sok alim dengan mengatakan pacaran itu haram, terlarang dan sebagainya. Buang jauh-jauh asumsi itu. Saya hanya ingin mengajak Anda berpikir sejenak. Merenungkan diri ini, merenungkan apa-apa yang telah kita jalani, mengenang pengalaman-pengalaman ketika pertama kali kita jatuh cinta, kemudian dengan penuh kearifan kita pun bertanya: "Apakah saya benar-benar mencintainya? Ataukah saya hanya dipermainkan oleh egoisme pribadi, perasaan emosional, dan obsesi kuat yang menuntut pemenuhan kebutuhan akan kehadiran sang pujaan hati dalam kehidupan kita?"

Sekali lagi saya bertanya: "Siapakah yang bisa memastikan bahwa orang yang ditakdirkan menjadi pasangan hidup kita adalah orang yang sama dengan orang yang sedang kita cintai saat ini?"


Jogja, 14 Februari 2013 di tengah rintik-rintik gerimis

Tips Mengatasi Galau #3


Semakin tidak menentu perasaan ini berarti makin galau lah kita. Ya, booming galau udah bikin banyak orang kecipratan perasaan nggak menentu yang nggak mengenakkan ini. Tapi anehnya karena banyak orang yang galau, dari sekian banyak itu nggak banyak yang nyadar dan pengen mentas alias keluar dari kungkungan perasaan galau yang jelas-jelas nggak nyaman itu. Banyak orang yang justru menikmati rasa galau demi sesuatu yang aneh dan tak pasti, yaitu perasaan bodohnya sendiri.

Menurutku perasaan ini juga kayak otak, bisa pinter, bisa juga bodoh. Pinter kalo lagi tenang, bodoh kalo lagi semrawut atau pas galau tadi. Ya begitulah realitanya. Tanyakan pada diri Anda sendiri karena hanya Anda yang paling tahu perasaan sendiri. Bukankah galau justru menyiksa kalo dibiarin? Perasaan kayak gitu kok dipelihara, padahal udah tahu rasanya nggak ngenakin banget. Bukane blo’on kalo kayak gitu caranya?

Oke lah aku elu semua orang di dunia ini pernah galau. Tapi kecerdasan emosional masing-masing orang lah yang bisa membuat rasa galau menjadi ringan, tak membebani dan segera hilang. Sayangnya menghilangkan galau nggak gampang. Maklum, semakin banyak orang di dunia ini yang galau. Kalo dipersen, dari 7 milyar ekor manusia di bumi ini yang galaunya hilang mungkin cuma 3,66943965397% (perhitungan ngawur).

Galau itu energi negatif, makanya alihkan saja energi negatif itu menjadi energi positif. Ingat, energi nggak bisa dimusnahkan tapi bisa dialihkan. Caranya ya dengan mengisi hari-hari ente semua dengan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat. Kalo seharian cuma nongkrongin HP, nunggu SMS pacar misalnya, apalagi sambil denger lagu-lagu mellow, uda pasti gampang kena galau. Ada baiknya jangan sendirian. Gue sendiri udah berkali-kali nyoba kalo lagi sendiri bawaannya galau lebih kuat. Ni semua cuma teori, gue sendiri juga nggak mesti bisa menerapkan teori ini. Praktek emang selalu lebih susah. Tapi nggak ada salahnya mencoba menjadi lebih baik daripada nggak sama sekali. Jadi, katakan  pada dirimu sendiri, “Galau? ngGAk LAh yaUuuu...!” (hahahaaaa....lebay kuadrat!!!!!!!!)

Tips Mengatasi Galau #2


Kalo diputus pacar gimana perasaanmu? Kalo ditinggal pacar selingkuh gimana perasaannmu? Kalo seharian nggak di-SMS pacarmu gimana perasaannmu? Nggak usah jauh-jauh, lihat aja status-nya. Mungkin saja tinggal update jadi “GALAU.” Yah...galau lagi, galau lagi. Perasaan nggak menentu yang bikin penderitanya stres bin depresi. Terus gimana kalo udah kena virus galau?

Galau dan cinta menurutku erat banget kaitannya. Apalagi buat yang cintanya pake tambahan bumbu pacaran alias ikatan kovalen antara cowok-cewek tanpa status yang sah karena belum memiliki persetujuan legal hitam di atas putih dari ortu maupun Depag (departemen agama) setempat (haha...definisi pacaran yang aneh). Nah, berawal dari ketidaklegalan itulah yang justru mengundang banyak masalah dalam pacaran, seperti galau tadi. Cinta yang diutarakan pada seseorang menjadikan perasaan ingin memiliki yang entah gimana asalnya nggak terbendung lagi. Pokoknya gue mau kamu, i want u because i need u. Bah... sshiiit, bullshit!!!

Ungkapan lebay seorang pacar lebih bisa bikin galau cepet mampir. Misal setiap hari ente diSMS pacar, bahkan mungkin setiap jam bahkan menit pun do’i tetep kasih kabar meski hanya bertanya “Udh mkn blm???” Ketika semua kemesraan, romantisme, dan kenyamanan hubungan tak lagi diperoleh serta munculnya prasangka bahwa do’i udah berubah sikap maka yang terjadi adalah munculnya perasaan galau. Galau karena takut jangan-jangan do’i udah lari ke lain hati, takut jangan-jangan do’i lagi main sama kekasih remang-remangnya, takut jangan-jangan do’i kenapa-kenapa di jalan, takut jangan-jangan do’i udah nggak betah lagi pacaran ama gue, dan masih banyak lagi “jangan-jangan do’i” yang semuanya bikin ente tambah galau. YAKIN!!!

Trus, kalo galau gimana? Yaudah, itu resiko ente yang pacaran. Belajar aja ama yang bisa menjaga perasaan ampe nggak galau meski si do’i udah mulai nggak betah ato mulai nglirik laen hati. Udah deh, sejujurnya ane orang single, (sedang tidak) berpacaran dengan (siapa-siapa). Makanya, jangan tanya gue, tanya orang lain sono. Ada baiknya, jangan lupa ente tanya guru ngaji ente di masjid-masjid ato TPA terdekat. Insya Allah galaunya hilang! (//_n)

Tips Mengatasi Galau #1


Update satatusnya: “GALAU.” Wah,ada apa dengan galau. Perasaaan tak menentu yang selalu menggelayuti hati orang-orang yang sedang dilanda banyak kesesahan. Berarti kalo nggak susah nggak bakal galau. Ya, bisa aja sih. Tapi meski nggak susah tapi hati sedang sedih bisa juga bikin galau. Capeeek deh. Trus mau digimanain tuh “galau-mu”??? mengikuti perasaan yang nggak menentu selamanya? Mau galau sampe tua?

Semakin lama perasaan kita nggak menentu otomatis jalan pikiran kita juga nggak menentu. Akibatnya ya kalo jalan nggak tentu arah, kalo makan nggak tentu (malah nggak nafsu makan mungkin), kalo mandi nggak tentu, kalo tidur juga nggak tentu, semua jadi serba nggak menentu, jadi nggak biasa. Depresi, stres biasa jadi output galau. Kalo udah begitu apa-apa jadi nggak enak. HP ditongkrongin terus berharap ada SMS ato sekedar missed call yang mampir guna mencairkan situasi yang serba nggak menentu itu. Lha kalo nggak dapet SMS ato missed call gimana? HP tetep sepi, kagak ada yang merhatiin.

Yaudah, tidur aja!!! Menurutku sedikit banyak galau itu gara-gara kurang tidur ato pola tidur yang salah. Misalnya karena sering begadang ato tidur kelamaan, bisa bikin badan rentan galau. Maklum pas kurang tidur bisa jadi manusia lebih emosional. Perasaaannya kacau. Galau jadi mudah mampir. Dengerin musik-musik cadas, punk, rock, metal, ampe reggae ato dangdut bisa juga sih mengusir galau tapi mungkin hanya sesaat.

Jadi gimana kalo galau lagi? Wah, seharusnya pertanyaan itu diganti, kenapa tiap kali ente galau ente nggak mau keluar dari kegalauan yang menyiksa itu? Kenapa ente justru membiarkan rasa galau menyelimuti pikiran dan hati? Sejujurnya, bukankah ente justru menikmati kegalauan itu? Nggak sadar apa? Dasar!!! Damn, SHIT!!! Udah galau addict tuh namanya!

Anak Kos dan Piring Tiga Kali Sehari


“Kalo makan 3 kali sehari ya...” Begitu yang dibilang dokter dan pernah ane dengerin waktu SD. Pertanyaannya apakah makan harus 3 kali sehari biar sehat? Pengalaman ane waktu kuliah nggak gitu juga. Makan 3 kali mah boros banget ternyata. Jadi deh, ane mencoba makan 2 kali aja. Ternyata nggak apa-apa tuh, meski prakteknya ane juga masih sering makan 3 kali. Hehehe...

Begitulah kalo hidup di rantau orang (rantau apaan, wong kampusnya masih satu provinsi ama kampung elo). Makan dan kebutuhan-kebutuhan lain harus melihat kondisi keuangan terutama tebal tipisnya dompet. Buat yang dompetnya tipis-tipis sih nggak masalah (lha wong dompet isinya kartu kredit semua). Tapi buat yang dompetnya tebel, harus siap-siap pulang kampung waktu ada tagihan mendadak. Entah itu gedoran Bapak Kos, atau tagihan SPP kuliah yang nunggak berbulan-bulan hingga kena denda ber-persen2.

Jadi, sebenernya makan 3 kali itu dikhususkan ama adek2 kita yang masih dalam masa pertumbuhan. Sama kayak anjuran 4 sehat 5 sempurna. Ya ukurannya anak batita, balita, TK, SD gitu lah. Kalo udah gede, sih makan seperlunya aja, ngalah sama adek2nya. Tapi berhubung ane nggak punya adek jadi makan 3 kali nggak apa-apa kan? Walah...naif banget ternyata. Toh biar ane makan berapa kali pun tetep aja nggak bakal kena obesitas. Maklum, dasar orang nggak bisa gemuk.

Cinta dan Kebohongan Publik (Cintaikebo/Cinta = Bull-SHIT)


Beruntunglah kalo Anda orang yang cuek. Dialah orang yang sedikit sekali merenungi perasaannya dan senantiasa bersukacita dengan kehidupannya saat ini saja tanpa sesal masa lalu dan ketakutan masa depan...” (Yuswa, 2011).

To the point wae...sejujurnya aku masih bingung maksute “CINTA” tuh apaan? Banyak orang bilang “aku cinta kamu” “aku sayang kamu” “i love you” tapi prakteknya kok nggak ngeliatin arti cinta yang sebenernya??? Banyak orang yang pacaran atas dasar cinta tapi akhirnya putus. Banyak juga orang yang nikah atas dasar cinta tapi akhirnya cerai. Cinta is bullshit alias TAI-KEBO! Salah nggak omonganku? Salah banget ???

Cinta itu nggak menjamin bahagia karena kita terlalu menuntut cinta itu. Besarnya cinta diukur dari seberapa sering do’i SMS, seberapa sering do’i berkorban, seberapa sering do’i perhatian, tapi kalo semua itu kagak didapet rasanya menyiksa banget! Sadar nggak sadar banyak orang yang terjebak dalam sikap POSESIF dengan orang yang dicintainya. Harus begini begitu. Kalo nggak begini harus begitu. Kalo nggak begitu harus begini. Begini2... Begitu2...dan seterusnya! Inilah yang sering bikin pacaran gampang putus ampe bikin pernikahan yang katanya suci jadi berantakan!!! Kita terlalu berharap orang yang kita cintai selalu bersikap seperti apa yang kita mau. Kalo kagak gitu kita ngerasa nggak nyaman.

Ente bisa aja sok sabar en sok tegar ngadepin pasangan ente yang mulai bersikap beda dan nggak lagi nurutin ente. Ente boleh bilang “Gue masih sayang sama dia, gue bisa sabar ngadepin sikap2 dia sekalipun orang bilang dia buruk, gue masih ngeliat sisi baiknya,” (sambil nangis2). Sekarang gue bilangin: Udah deh! STOP IT!!! Berhenti menyiksa diri ente dengan kata2 itu!!! Cinta itu tulus dan serius! Cinta itu bener2 dari hati. Sulit banget nemuin orang yang cocok (perfect) untuk kita cintai. tapi alangkah baiknya bila kita senantiasa BELAJAR untuk mencintai orang lain. Nggak perlu status pacar, jadian, nraktir makan, belanja, beliin pulsa, sok keren, whatever lah. Yang ente butuhin cuma kesediaan ente untuk memahami dan menerima kepribadian orang lain sekalipun berbeda dengan yang kita harapkan. Lama kelamaan cinta akan ente temukan sendiri di saat yang tepat.

Yakinlah…cinta yang mulia adalah mencintai orang lain selayaknya kita mencintai diri kita sendiri dan meniatkannya sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Bila hari ini Anda masih diajak pacar untuk saling memuaskan ‘nafsu esek2’ atas nama cinta,,,YAKINLAH… ITU BUKAN CINTA! Ojo gelem digobloki. Jangan mau dijadiin alat pemuas nafsu pacar Anda. Eman2 ganteng/ayune! Nek pacarmu serius, nikah wae sisan mah karuan!!! Gek lamaran njug RABI. Tapi yo kuwi lah masalahe… nek arep nikah pie? Duit rung iso golek dhewe. Nek arep nglamar bakal diamuk bapakne sing wedok. Nek apes yo iseh diunek2ke: “WANI PIRO???!!!” (koyo iklan rokok nang TV kae). (//_n) hahaha…

Nasihat Buat yang Hari Ini Jatuh Cinta


Buat yang HAri ini jatuh cinta...
Tanyakan pada dirimu, apakah kau benar-benar mencintainya?
Apakah cinta yang kau rasa itu cinta sejati?
Ataukah hanya obsesi yang tercampur ego-mu sendiri?
Ataukah cinta itu tak lebih dari sekedar nafsu yang menuntut pemenuhan biologis?

Buat yang hari ini jatuh cinta...
Tanyakan pada dirimu, sudahkah kau siap membahagiakan orang yang kau cinta sementara kau masih dalam tanggungan orangtuamu?
Apakah kau sudah cukup siap memikul tanggungjawab yang hadir karena cinta?
Apakah kau yakin bisa menjamin kebahagiaan bagi orang yang kau cinta? ataukah kau justru membawa kesengsaraan bagi orang yang kau cintai?

Buat yang hari ini jatuh cinta...
Tak usah kau begitu dipusingkan untuk mendekati orang yang kau cintai
Buat apa?
 TOh tak ada jaminan kau akan membahagiakannya sekarang.
Dewasa dalam menyikapi cinta itu perlu, tapi kalo cinta jangan lagak kayak orang udah dewasa en pake hubungan orang dewasa aja.

Memalukan...tapi itulah kenyataannya

Nggak Ada yang Namanya Orang Bodoh


Lagi-lagi menyoal orang bodoh. CApek deh dibilang anak bodoh melulu. Positifnya apa sih jadi orang bodoh??? Bodoh itu label sob. Bukan ketokan palu hakim yang adil. Bodoh itu relatif. Jadi kalo saat ini ente ngerasa bodoh, itu cuma luapan perasaan sesaat. Misalnya ada orang nggak bisa maen gitar, dia bakalan dibilang bodohlah kalo megang gitar. Tpi tanpa disadari ternyata si bodoh yang nggak bisa maen gitar tadi jago nyanyi. Apa kita masih mau bilang dia bodoh???

Ada baiknya kita mengembalikan semuanya pada hakikat penciptaan manusia oleh Tuhan. Masak Tuhan tega ngasih kita label bodoh? Manusia diberi akal en hati untuk memakmurkan bumi ini kan? LAgian asal ita pinter2 ngembangin bakat kita, label cerdas tadi tinggal nunggu waktu aja. Cerdas itu hasil usaha jga loh. Jadi kalo hari ini masih juga ada yang merasa bodoh munkin perlu diklarifikasi lagi pernyataan ente.

Katakan: Saya orang cerdas...saya orang cerdas...saya orang cerdas,...dan saya masih WARAS!
Selamat menjadi orang cerdas... Inilah saatnya berubah!

Menjadi Orang Masa Kini


Kadang kita terlalu berpikir bahwa hidup ini ya hidup saat ini aja. Apa pernah kita mikir2 besok aku mau begini begini dan begini. Iya, bikin planning. Tapi kebanyakan kita kadang lupa planning. Contone wae kalo lagi ngenet maunya nyari tugas malah sibug fban (aq banget). Tu artinya udah nggak komit ama planning alias rencana tadi.

Jadi manusia kekinian tuh mikirnya dangkal banget. Yang penting ave fun , have fun, dan nggak ada sussahnya.
Slogane
"kecil dimanja, dewasa kaya raya, tua bahagia, mati masuk surga"

Waahhhh...kalo kayak gitu mah seneng banget . api apa ia kita bakalan seneng terus? Ada baiknya kita liat ortu kita yang sibuk kerja wad ngidupin kita. nggak kebayang gimana kalo kita udah kerja kayak gitu ngrasain pahit en susahnya nyari duit bla bla bla.

So, alangkah baiknya bila kita mulai menata planning ke depan, minimal kita nyadar kalo sebagai anak muda bukan lagi jamannya berleha-leha nonton drama korea en berlagaak hidup mewah. Hidup itu lebih dari sekedar perjuangan. Hidup itu panggung sandiwara juga. Tapi ini bukan saatnya bersandiwara...ini saatnya buat serius sob!!!

Over-Thinking Strikes Again

Walaah..menulis hingga memberi inspirasi bagi pmbacanya itu memang tidak mudah ya. Apalagi di tengah masyarakat yang minat bacanya memang sangat rendah. Ada yang kasih petuah dikit saja langsung diserang, dikatain sok suci, munafik, sok alim, bla bla bla hingga hati mereka tanpa sadar menjadi bebal atas nasehat. Menulis inspiratif membutuhkan proses juga. Tentu saja belajarnya nggak cuma dengan praktek menulis tapi juga dengan membaca cerita-cerita atau buku-buku inspiratif. Setidaknya cara itu dapat memperkaya wawasan kita. Yaa semacam mengisi bahan bakar kita unutk menulis.
Syaa juga tak habis pikir, bagaimana bisa para novelis, para penulis pro itu dulunya bisa menulis sedemikian rupa hingga mampu mempengaruhi pembacanya, hingga larut ke dalam tulisan yang dibuatnya. Biasanya para novelis fiksi nih yang mampu menghadirkan imaji liar para pembacanya hingga tanpa terasa menggiring para pembaca untuk memasuki dunia yang berbeda. Seringkali pula saking inspiratif atau persuasifnya sebuah tulisan, membuat pembaca sampai mengikuti pola pikir penulisnya.
Saya sih tidak muluk-muluk untuk bisa sampai meng-influence pembaca saya. Toh di sini saya rasa tulisan saya malah tak ada satu pun yang akan di baca. Saya hanya eksis di TUMBLR sekedar untuk menuangkan sepah-sepah otak saya yang dapat membuat sembelit seandainya tidak saya buang segera dengan tulisan. Terkesan kasar sih, tapi setidaknya, sejauh ini cara ini efektif untuk mengatasi gejala over-thinking yang saya alami. Entah sampai kapan gejala ini bisa reda. Sudah beberapa jam saya menghabiskan waktu untuk menulis. Tapi pikiran saya masih mampu berkelana, merayap-rayap tak tahu ke mana. Padahal hari sudah larut. Tengah malam sebentar lagi. Tapi jemari ini tak knjung berhenti menulis.
Maaf, postingan saya malam ini semakin tak jelas. Saya hanya sedang belajar membiasakan diri untuk menuliskan apa yang saya pikirkan . Semoga cara yang saya tempuh dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan oleh over-thinking saya selama ini. Semoga…

Mensyukuri Segala Kekurangan dan Kelemahan Diri

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
(55: 13)

Ah, menjadi orang yang sempurna tampaknya menyenangkan. Tapi sudah kodratnya manusia tercipta dengan segala kelebihan dan kelemahan. Tentu saja hal tersebut merupakan ‘kesengajaan Tuhan’ agar manusia dapat saling berinteraksi dan saling menolong satu sama lain. Manusia didesain memiliki kelemahan yang mau tak mau harus diterima.

Sayangnya, menerima kelemahan ataupun kekurangan membutuhkan kebesaran moral tersendiri. Banyak orang yang kurang puas dengan apa yang telah dimiliki. Wajah yang sebenarnya sudah bagus rupa, terpaksa dioperasi plastik hanya karena hidung kurang mancung. Kulit yang sudah sejak lahir putih mulus malah sengaja dijemur agar menjadi gelap. Duh, betapa manusia seringkali lalai mensyukuri apa yang telah Tuhan beri. Lebih memilih mengejar sesuatu yang sifatnya kebendaan duniawi hingga menyiksa diri dan batinnya.

Sudah punya motor bagus-bagus, jadi maksa diri beli mobil gara-gara gengsi dengan tetangga sebelah. Sudah punya android model terbaru, tak disyukuri, malah maksain beli tablet yang konon lebih canggih karena tergiur memiliki seperti yang teman-temannya. Owalah, dari mana bisa belajar bersyukur kalau setiap nikmat yang Tuhan beri tak berbalas dengan rasa terima kasih pada-Nya?

Padahal, bersyukur atas segala kelebihan dan kelemahan adalah kunci kedamaian hidup ini. Bukan berarti kita tidak termotivasi untuk mengejar materi dunia. Jelas bukan seperti itu maksudnya. hanya saja kita selaku manusia harus selalu ingat pada Yang Maha Memberi. Ingat bahwa kita memiliki sesuatu di dunia ini juga karena kehendak-Nya, karena ada campur tangan-Nya. dan sebagai hamba-hamba-Nya yang baik tentunya kita harus berterima kasih. Bukan seblaiknya, mengabaikan keberadaan-nya dan menganggap apa yang dimiliki sebagai hasil kerja keras kita sendiri selama ini.

Apa jadinya bila segala harta dan materi yang susah payah kita kumpulkan lenyap dari pelukan kita? Bayangkan bila tiba-tiba terjadi bencana alam, misal gempa bumi besar merusak rumah dan memporak-porandakan semua materi yang kita miliki. Apa yang tersisa bila semua itu raib begitu saja? Toh ketika kita mati materi, uang, pangkat, jabatan, semua tak akan menolong kita. Tak bisa menjadi penebus kesalahan kita di dunia yang tak pernah bersyukur pada-Nya.

Mulailah berintropeksi. Untuk siapa kita hidup di dunia ini. Untuk siapa kita mengabdi. Untuk siapa
kita bekerja sepanjang hari. Padahal kita selalu yakin bahwa hidup di dunia tidaklah kekal. Sangat singkat. Setidaknya kita harus mencoba untuk selalu ingat bahwa ada kehidupan yang lebih hakiki dan abadi setelah kita pulang menghadap-Nya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

DO = Dehidrasi + Over-Thinking

Nah, kembali lagi saya menulis nggak jelas malam ini. Entah karena saya sedang kalut atau karena saya sedang senang menulis nggak jelas seperti di dua tulisan saya sebelumnya. Yang jelas saya sedang ingin menggila dalam menulis, setidaknya untuk malam ini. Syaa mau memuaskan diri untuk menuangkan pikiran-pikiran saya yang udah kadung over-thinking agar tidak meluber menjadi kesia-siaan. jadi maafkan saya yang terpaksa harus memenuhi beranda blog ini dengan sesuatu yang absurd dan terkesan tidak berguna bagi Anda yang kebetulan nyasar ke sini. Tapi percayalah, tulisan ini bisa memberi efek terapis yang sangat berguna bagi saya.

Kali ini saya mau membahas masalah saya yang lain terkait dengan kesehatan pribadi. Saya sering mengalami pusing bila sedikit saja kekurangan cairan. Mungkin belum sampai taraf dehidrasi malah, tapi ketika saya haus atau asupan cairan menurun, saya mudah merasa pusing. Karena itu pula akhir-akhir ini saya sering membawa botol minum seliter di tas saya ketika mau ke kampus. Lumayanlah, membantu saya agar tetap fit selama beraktivitas meski konsekuensinya saya jadi sering ke belakang untuk mundur, eh, untuk memenuhi panggilan alam (pip*s maksudnya).

Nah masalahnya, saya sendiri sampai heran dengan kondisi tubuh saya yang mudah kehilangan cairan. Apalagi ketika cuaca panas atau gerah sedikit saja. Jangan-jangan saya sering pusing bukan karena kurang cairan, melainkan terlalu banyak mikir (gejala over-thinking) hingga menurunkan pasokan cairan ke otak. Kelihatannya berbahaya yah. Tapi saya belum pernah membaca literatur atau studi ilmiah mengenai gejala dehidrasi seperti itu. Saya hanya menerka duga saja.

Bukan kabar baik bagi saya tentunya karena sejauh ini saya masih belum bisa mengatasi gejala over-thinking sehingga resiko pusing karena dehidrasi ringan akan mudah menyerang saya sewaktu-waktu. Lebih-lebih ketika banyak pikiran atau stres berat. Wah, banyak hal yang akan saya pikirkan dalam satu waktu membuat otak berkeja terlalu keras. Untung saya tidak memiliki hipertensi sehingga resiko pecahnya pembuluh darah sedikit terkurangi. Biasanya orang yang banyak stres beresiko lebih tinggi mengalami pecahnya pembuluh darah di otak (kalao nggak salah lho).

Anyway, yang sakit saya, yang merasakan juga saya, saya hanya membeberkan aib saya tentang masalah ini. Toh saya pikir kecil kemungkinan ada orang nyasar yang membaca miniblog saya di sini.

Abaikan Kritik Beranikan Dirimu untuk Berkarya

Menyikapi gejala over-thiking seperti yang saya beberkan di postingan sebelumnya, saya mulai mencoba untuk menulis. Dan malam ini ketika gejala over-thiking saya mulai memuncak, harap dimaklumi kalau saya agak lebay dengan memposting banyak tulisan absurd dan nggak jelas. Sekali lagi, saya ini sedang sakit jiwa, tapi tidak gila. Saya masih sadar sesadar-sadarnya bahwa saya adalah makhluk sosial yang bermoral dan meyakini adanya Tuhan. Waras kan?
Anyway, membiasakan menulis seperti ini tidak mudah ternyata. Saya baru menulis beberapa paragraf saja kok rasanya sudah seperti dibaca ribuan bahkan seakan-akan seisi dunia maya yang sedang online detik ini sedang membaca apa yang sedang saya tulis. Yah, begitulah salah satu derita saya yang over-thinking. Selalu memikirkan pendapat orang lain tentang apa yang saya lakukan. Ini jelas kabar buruk bagi saya. Pasalnya, untuk bis meraih sukses, seseorang harus mulai berani mengambil resiko dengan mengabaikan pendapat miring orang-orang di sekitarnya.
Tentu saja ada banyak orang sukses di dunia ini yang dulu-dulunya sempat dicerca, dimaki, dikritik habis-habisan, ampai-sampai ada yang dicap orang gila. Toh pada akhirnya, kesuksesan orang-orang besar ini membungkam segala kritik pedas yang diterima. Misalnya dalam berbagai kitab suci kita tahu bahwa para utusan-utusan langit senantiasa dicerca oleh kaumnya. Setiap ajakan kebaikan, nasihat, dan teladan perilaku terpuji malah disikapi dengan skeptis dan tiada respek sama sekali. Tapi pada akhirnya para utusan langit ini tetap mampu konsisten menyebarkan kebaikan dan titah Tuhan untuk menerangi kegelapan yang mengungkung manusia menuju zaman pencerahan.
Oke lah kalau contoh saya terlalu jauh. Ambil contoh penemu telpon saja. Siapa? Yup, Alex Gembel, eh Graham bell (hehehe). Terpikir nggak doi bisa menemukan telepon dengan cara apa? Apakah dia pernah membayangkan bahwa apa yang ditemukannya akan berkembang menjadi tablet super canggih dengan teknologi komputer yang serbaguna? Bayangkan bila kita hidup sezaman dengan Graham bell, melihatnya menekuni sesuatu yang pada saat itu tidak lazim ditemui masyarakat umum. Kita pasti akan berpikir “itu orang kok kurang kerjaan banget ya. Bikin…apa namanya, oh ya. Telep ON. assembuh! Wes edan paling!
Pada akhirnya, segala ide-ide yang munkgin terkesan gila dapat memacu semangat para inventor dunia untuk mewujudkan impian-impiannya menjadi kenyataan. Telepon Graham Bell udah jadi. Orang-orang yang tadinya skeptis pada karyanya harus jilat ludah, ikut berbobdong-bondong ngantri dapetin telepon bikinan Graham bell. Itu baru telepon yang sekarang sudah berkembang berlipat-lipat lebih canggih. Semuanya diawali dari ide GILA.
Nah, sebelum tulisan saya kemana-mana karena pikiran saya juga kemana-mana sekarang (tahu kan, gejala over-thinking saya kalo kumat kayak gimana), saya ingin menegaskan bahwa sangat penting bagi kita untuk memiliki keberanian untuk menyuarakan apa yang kita yakini itu benar. Kita perlu keberanian untuk menghasilkan karya nyata selama apa yang kita buat itu ditujukan untuk kebaikan sesama. Manusia diciptakan dengan tujuan. Makhluk paling sempurna ciptaan Tuhan harus memiliki tujuan. So, abaikan kritik, abaikan komentar, pertimbangkan masukan yang membangun. Abaikan para skeptic person di sekeliling Anda dan raihlah impian Anda untuk membungkam mereka.
Ini nasihat juga buat saya juga kok. maklum, masih penulis pemula yang terbebani dengan penilaian orang lain. Hehehe (//_n)v piss

Saya dan Gejala Over Thinking

Saya pikir, tak akan ada yang sempat membaca apa yang sedang saya tulis di sini sekarang. Saya pun tak tahu apa yang saya inginkan dari web ini. Saya baru beberapa pekan membuatnya. Semacam miniblog yang saya rasa lebih praktis. Hm…cocoknya saya jadikan media ‘pelampiasan’ saja ya mengingat saya juga lagi banyak pikiran.

Saya adalah tipe orang yang over-thinking. Saya memikirkan banyak hal dalam satu waktu. Karenanya, perhatian saya pun mudah teralihkan. Saya sendiri sampai bingung dengan diri saya sendiri. Letih saya menyikapi gejala kognisi seperti ini. Saya seperti tak punya kuasa apapun untuk mencegah agar otak berhenti memikirkan yang aneh-aneh. Mikir sing iyo-iyo wae, ojo mikir sing ora-ora. Selain itu, kebiasaan over-thinking ini juga berpengaruh pada tingkat konsentrasi saya. Konsentrasi menjadi mudah anjlok dan tidak bisa fokus ketika menyelesaikan sesuatu yang kompleks.

Saya tak tahu, ada berapa juta spesies manusia yang memiliki masalah seperti saya. Saya pernah rekam gelombang saya, periksa EEG kalo nggak salah, dan hasilnya saya divonis memiliki voltase otak yang rendah. Saya awam dengan penjelasan dokter tersebut. Saya hanya dikasih beberapa suplemen, obat, serta vitamin yang ternyata setelah beberapa kali saya konsumsi tak kunjung membawa perbaikan berarti pada kesehatan saya. Alih-alih saya jadi takut mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka panjag karena ‘eman-eman’ ginjal saya. Masih muda, sehat, kok udah banyak minum obat.

Akhirnya, saya memutuskan untuk mencoba memaksa diri untuk menulis. Ya, saya rasa hanya dengan menulis inilah saya bisa mengurangi kadar over-thinking saya. Gejala mikir yang keterlaluan ini setidaknya bisa diminimalisir karena apa yang terlintas bisa segera dituangkan dalam bentuk tulisan. Dan ini memang telah terbukti oleh para pakar psikologis di mana kondisi kejiwaan seseorang dapat distabilakn dengan cara menulis uneg-uneg atau beban pikiran yang sedang dihadapi. Ah, mulai saat ini, tak ada salahnya menulis. Apalagi di sini, miniblog yang entah ada yang membaca atau tidak. acuhkan saja. Abaikan. Saya murni menulis untuk kesehatan dan kebaikan diri saya sendiri. jadi kalau ada yang terganggu dengan tulsian saya ini, harap maklum. Saya sedang sakit. Sakit jiwa, tapi bukan berarti gila lho ya. Beda konteks itu. Kalo saya gila, mana mungkin tulisan saya bisa seruntut ini.

Salam lemperrr

Untitled Note

Halo…saya tahu bahwa tulisan saya boleh jadi tidak akan pernah dibaca oleh siapapun saat ini. Dan karena itu pula saya menyempatkan diri membuat blog mini, eh mini blog ini sekedar untuk menumpahkan uneg-uneg saya selama ini.
Saya mohon maaf apabila tulisan saya kurang berkenan di hati siapapun Anda yang kebetulan membacanya. Saya hanya ingin belajar menumpahkan pikiran (yang terllu overload) agar saya tidak terlalu pusing setiap saat. Saya punya masalah terlalu banyak mikir sehingga perlu media untuk menyalurkan pikiran-pikiran saya menjadi sesuatu yang positif. Itulah tujuan utama saya membuat tumblr ini.
Be POSITIVE! Saya sedang mencoba memperbanyak pikiran positif. Saya sudah terlalu lama terkungkung dalam pikiran-pikiran negatif, kecemasan, ekgelisahan, ketakutan, dan trauma yang sebenarnya hanya rekaan dan khayalan-khayalan saya semata. Ini sangat mengganggu sehingga perlu diatasi sesegera mungkin.
Oke lah, ini postingan pertama saya. Saya harap akan ada manfaat positif dari tumblr ini. Salam kasih dari saya. Bagi siapapun yang kebetulan nyasar ke sini. Thank you. Nuwun so much!
(//_n)