Subscribe:

Labels

Monday 28 July 2014

Menulislah untuk Menyebar Kebaikan pada Sesama

Seringkali bagi para penulis pemula seperti saya bertanya-tanya “Mau nulis apa???” Wajar saja kalau anda bingung. Saya pun begitu. Tapi hendaknya jangan sampai kebingungan kita justru menjadi penghambat langkah kita unutk bisa menulis secara konsisten. Saya kutip saran dari salah satu penulis, novelis favorit saya bernama pena Darwis Tere Liye:

Menulislah apa yang harus dibaca orang, bukan apa yang disukai orang.

Yup, menulis apa yang harus dibaca orang. Ini tentu saja menarik karena belum tentu apa yang harus dibaca orang lain otomatis akan disukai. Kadang-kadang suatu kebenaran akan tampak pahit bagi orang-orang yang meyangkal kebenaran itu. Tapi itulah

Monday 21 July 2014

Memprogram Pikiran Bawah Sadar dengan Menulis

Dalam psikologi atau buku-buku motivasi, tentu kita tidak asing dengan kekuatan afirmasi. Kita mengucapkan suatu hal pada diri kita (membatin) secara kontinyu, untuk memprogram pikiran bawah sadar kita. Misalnya orang ingin berhenti merokok. Dia mengatakan pada dirinya sendiri, untuk berhenti merokok, “Saya sudah berhenti merokok! Saya sudah berhenti merokok! Saya sudah berhenti merokok!” diulang-ulangnya kalimat itu pada diri sendiri untuk menanamkan dalam pikiran bawah sadarnya bahwa dirinya telah berhenti merokok. Prinsipnya tidak jauh berbeda dengan “hipnoterapi” (tanya uncle Google saja ya soal ini. hehehe).

Yang ingin saya tekankan di sini adalah, bagaimana menulis bisa juga dipakai sebagai alat memprogram pikiran bawah sadar kita. Menulis merupakan salah satu aktivitas berpikir yang kompleks. Kita tidak hanya dituntut untuk mengingat berbagai informasi yang kita simpan di otak, namun juga merangkai informasi-informasi tersebut ke dalam output verbal (tulisan) secara padu dan koheren. Terkesan sulit memang. Tapi seburuk-buruk tulisan kita, pastilah kita melewati tahap-tahap berpikir tersebut. Mengingat, menghubungkan, dan memadukan informasi ke dalam bentuk tulisan.

Tanpa kita sadari, aktivitas menulis setidaknya dapat memberi kekuatan afirmasi yang lebih mendalam daripada sekedar membatin. Kita tidak hanya berpikir (membatin) tapi juga take action, entah dengan menggerakkan pena di atas kertas, atau menekan tuts keyboard di depan komputer.

Lantas, apa yang perlu kita tuliskan? Tentu saja alangkah baiknya bila kita menuliskan hal-hal yang baik yang dapat memotivasi dan mengingatkan diri kita. Misalkan kita ingin berhenti merokok, maka tulislah segala sesuatu tentang bahaya merokok. Bila kita ingin berhenti dari kecanduan game online, maka mulaialh menulis tentang dampak buruk game online bagi perkembangan mental, dan sebagainya. Banyak sekali yang bisa kita tulis. Setidaknya bagi diri kita sendiri. Bersyukurlah, bila ternyata tulisan kita dapat menginsirasi orang lain yang mungkin punya masalah serupa. Pahala kebaikannya untuk kita juga, berlipat-lipat, bila Tuhan menghendaki. Menyenangkan bukan?

Meskipun begitu, kita tidak bisa serta-merta menulis begitu saja. Kita perlu belajar lebih banyak. Kita perlu membaca lebih banyak buku dan artikel. Kita perlu mengembangkan informasi yang telah kita peroleh di otak agar pengetahuan kita semakin luas. Hal ini akan sangat membantu dalam rangka menjadikan aktivitas menulis sebagai media pemrograman pikiran bawah sadar kita. Rumusnya sederhana kok: “You are what you read.”

Analoginya begini:
“Apa yang tertuang di dalam cangkir akan sama dengan apa yang ada di dalam teko.”

Apabila kita sering mengisi ‘teko pikiran’ kita dengan informasi yang baik, maka apa yang kita tuliskan cenderung yang baik-baik itu. beda halnya kalau apa yang rajin kita isikan adalah informasi yang buruk, alay, kriminal, dan sebagainya. Tulisan kita tidak akan jauh-jauh dari apa yang kita isikan ke ‘teko pikiran’ kita.

Lantas bagaimana mengisi ‘teko pikiran’ kita? Simpel saja, read  a loti!!! Banyak baca. Kalau mau nulis, ya banyak baca. Bacalah sesuatu yang bisa mencerahkan wawasan Anda. Bacalah sesuatu yang menambah khasanah keilmuan Anda. Bila sudah membaca, maka tuliskan bacaan itu dalam gaya bahasa Anda sendiri untuk lebih mengendapkan informasi yang Anda peroleh. Apa yang dibaca seringkali lupa. Karenanya, mencatat (menulis) akan membantu kita mengingat lebih lama apa yang kita baca.

Dengan menulis, kita mematri segala informasi yang kta peroleh. Kita memprogram pikiran bawah sadar kita dengan informasi-informasi yang kita tuliskan. Programlah pikiran bawah sadar Anda dengan baik. Menulislah untuk menyebar kebaikan pada sesama. Menulislah untuk menjadikan diri Anda sebagai pribadi yang lebih baik dan bermanfaat. (//_n)

NB:
Tulisan ini hanya saran, masukan, nasihat, yang tidak saya paksakan untuk dipatuhi dan diikuti, apalagi disebarluaskan. Saya pun menulis ini untuk memprogram pikiran bawah sadar saya agar lebih kritis dan mengasah kemampuan olah kata saya saat menulis. jadi, sekali lagi, biar saya nggak dibilang munafik, saya hanya menulis ini sebagai sebuah masukan dan saran yang boleh Anda patuhi, boleh juga tidak. Toh saya juga masih belajar untuk berlaku sebagaimana tulisan di atas. Mari membaca, mari belajar, dan mari menulis.

RASA TAKUT KEPADA TUHAN

Ada kalanya kita harus melawan ketakutan yang kita ciptakan sendiri. Jujur, saya adalah manusia yang takut gelap. Bukan berarti saya takut sekali saat gulita, hingga berkerudung selimut menutup muka. Nggak sampe segitunya laah. Saya hanya tidak nyaman dengan gelap. Was-was, khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang keluar dari kegelapan tersebut. Maklumlah, jaman saya kecil sudah diberi asupan film horror macam Suzzanna dengan sundel bolongnya, atau vampir china yang haus darah. Semua itu memprogram alam bawah sadar saya bahwa yang namanya hantu, setan, makhluk gaib apapun itu namanya hanya akan muncul ketika gelap. Dan cara terbaik untuk mencegah kedatangannya ya dengan menyalakan lampu penerangan. Simpel. Ironisnya, doktrin menyesatkan inilah yang terbawa hingga dewasa tanpa saya sadari. Nyesel juga kalau tahu begini hasil jadinya.

Berbicara mengenai ketakutan, dalam hidup ini semua orang memiliki ketakutan tertentu. Tapi ketakutan mutlak yang harus dimiliki seorang manusia adalah ketakutan kepada Tuhannya. Betapa banyak orang di muka bumi yang lebih takut kepada atasannya daripada kepada Tuhannya? Betapa banyak orang yang berani melakukan serangkaian tindakan tidak senonoh kala tidak ada orang yang melihat padahal kedua malaikat di kanan-kiri selalu siap mencatat? Ah, begitulah manusia. seringkali lalai dan abai dari pengawasan Tuhannya.

Padahal, ketakutan pada Tuhan inilah yang akan membawa kita pada kesadaran hidup yang seutuhnya. Kita tidak bisa melihat-Nya secara fisik, namun kita bisa

Sunday 20 July 2014

MENELADANKAN KEBAIKAN DI TENGAH “JAMAN EDAN”

Seperti biasa sebagai pengisi aragraf pembuka, beberapa waktu belakangan ini, saya harus memikirkan untuk menulis lagi. Ya, meski hanya sekedar catatan lepas di blog yang belum tentu dibaca orang ini. menulis hanya saya gunakan sebagai pelepas stres. Maklumlah, saya adalah orang pemikir. Meski begitu sya bukan ilmuwan, apalagi penulis pro. Bukan! Sekali lagi bukan! Kalau pun saya memang berniat menjadi penulis pro, saya harus belajar banyak, dan yang pasti saya harus melahap lebih banyak buku. So, paragraf pertama dalam tulisan ini hanya menjadi awalan saja, kenapa saya masih mau-maunya mengisi blog ini. (skip...skip).

Hari ini saya bingung. Begitu banyaknya paradoks dalam kehidupan ini. Pemberitaan media tak pernah lepas dari perilaku pejabat korup. Setiap hari, setiap saat, ada saja berita-berita kriminal sejenis yang seakan memaksa banyak orang untuk meyakini bahwa bumi yang dipijaknya tidak aman. Serba curiga dengan orang-orang di sekitarnya, sekalipun hanya tetangga sebelah rumah. Masyarakat didesain untuk takut dengan masa depan. Serba spekulatif di tengah kondisi ekonomi yang rentan krisis. Merasa was-was manakala harus membiarkan anak-anaknya bermain ke luar, takut-takut kalau nanti para predator seksual beraksi kembali. Duh Gusti...

Amenangi jaman edan, melu edan nora tahan...

Ya, sejak pertama kali saya mengenal kalimat Ranggawarsita di atas, saya selalu meyakini kebenaran dan relevansi kalimat tersebut dengan realita yang ada saat ini. Jaman edan! Ya. Itu benar! Ranggawarsita benar-benar jujur dengan diri dan keadaan yang dilihatnya. Hanya “jaman edan” yang dapat menggambarkan bagaimana

HIDUP DENGAN “SEDERHANA”

Miskin itu kondisi hidup, SEDERHANA adalah CARA HIDUP...
— Cak Lontong —

Tidak hanya orang miskin, siapapun bisa berlaku sederhana. Bahkan orang kaya pun bisa saja berlaku sederhana. Banyak sekali paradoks dari dikotomi “orang kaya” dan “orang miskin.” Ada orang kaya, tapi ogah berlaku sederhana. Hidupnya pun merasa serba kurang, tidak pernah merasa puas. Ada juga orang miskin, tapi maunya banyak, ingin punya fasilitasnya orang kaya meski hanya segenggam gadget layar sentuh. Akhirnya si miskin ini juga tidak pernah puas, dan lebih sering merasa kekurangan.

Bandinngkan dengan mereka yang sederhana dalam hidup. Baik orang kaya atau miskin, ketika mereka berlaku sederhana, maka sebanyak apapun rezeki yang diperoleh tetap akan disyukuri dan dimanfaatkan secukupnya, sejauh kebutuhan yang ada, bukan sebanyak keinginan. Misal beli jam tangan. Buat apa beli yang mahal-mahal hingga keluar ratusan juta? Toh waktu yang ditunjukkan sama saja. Atau beli sepatu, buat apa yang mahal-mahal, bahannya kulit ayam (eh?). Toh sepatu juga tetap dipakai di kaki, dan kalau ketemu orang belum tentu mantengin sepatunya merk apa.

Tukang jahit sepatu langganan saya, sebut saja Pak Agus (saya juga tidak pernah sempat menanyakan nama) mengajarkan saya banyak hal tentang

Saturday 19 July 2014

KARENA SAYA MENYUKAI KERAMAHAN

Sudah lama sekali saat terakhir kali saya mengisi blog ini. Lama sekali sampai-sampai saya bingung harus menulis apa di blog ini. Adapun motivasi saya untuk kembali ke sini adalah melepas penat dan stres karena banyaknya pikiran yang melanglang buana di benak saya. Seorang bijak pernah berkata bahwa bila kita berpikir, maka sebaiknya menulis. inilah yang kali ini terjadi pada saya. Saya mencoba menuangkan ide-ide saya ke dalam tulisan. Sedikit banyak ini membantu saya mengurangi beban pikiran yang menghimpit. Singkatnya, menulis membuat saya kembali bergairah. Membuat saya kembali merasakan sebagai pribadi yang merdeka, bebas mengutarakan pendapat, bebas menungkapkan idealisme saya yang semakin hari semakin tampak paradoks dengan kehidupan.

Saya punya idealisme bahwa setiap manusia bagaimana pun karakternya, harus selalu memasang tampang ramah dan bersahabat dengan orang lain yang ditemuinya. Kecuali Anda seorang polisi yang sedang menginterogasi tersangka kejahatan seksual (yang baru trend sekarang kan model ginian). Idealisme saya ini agak nyeleneh juga sih. Masak setiap orang harus bersikap ramah, tampil bersahabat dengan senyum tersungging 24 jam layaknya pramugari di pesawat?

It’s impossible. Ya, memang, impos-sebel. Tapi mau tak mau, saya terlanjur menganut aliran ini. hingga dalam tataran paling parah, saya sering

Friday 18 July 2014

MILIKILAH TUJUAN HIDUP YANG BENAR

Anak muda, tak usah kau risaukan kemampuanmu saat ini. ada masa di mana anak muda mengalami ketimpangan antara kemampuan diri dan tuntutan zaman. Karena itulah anak muda perlu belajar. Anak muda sepertimu perlu membaca banyak hal. Perlu berlatih banyak keterampilan hingga kelak kau akan menjadi manusia yang bisa diandalkan memakmurkan bumi-Nya. Tidakkah kau merasa terpanggil untuk menggunakan kemampuan yang kau miliki untuk mengubah dunia? Mungkin masih terlalu jauh untuk itu. tapi setidaknya kau harus memiliki impian, cita-cita tinggi melihat dunia ini menjadi lebih baik. Melihat hidupmu bahagia, melihat orang-orang di sekitarmu bahagia. Tidakkah nuranimu terketuk untuk mewujudkan kehidupan seperti itu?

Semuanya akan selalu bermula dari dirimu. Bila kau tegas pada perubahan dan kebiasaan hidup positif, maka pasti akan muncul perbaikan pada roda kerja lingkunganmu. Kebaikan itu menular, sebagaimana keburukan. Ketika kau mampu mengendalikan dirimu, bersikap tegas pada hawa nafsu yang menyesatkan, maka kau akan menyadari hakikat keberadaanmu di dunia ini. ini penting! Kau harus menyadari untuk apa hidup di dunia ini. kau harus menyadari untuk apa kau diciptakan, dilahirkan? semua benda di alam raya harus memliki tujuan yang jelas dari penciptaannya. Karena itu, adalah hal yang aneh bila manusia bisa berkata bahwa ia hidup tanpa tujuan. Itu sama saja merendahkan derajatnya sebagai manusia bermartabat, jauuh seklai hingga lebih rendah dari derajat binatang ternak sekalipun.

Milikilah tujuan. Tujuanmu sekarang apa. Maumu apa di dunia ini? adakah kau habiskan segenap waktumu untuk mengejar dunia? Atau kau meniatkan semuanya untuk kepentingan yang lebih hakiki seperti

Thursday 17 July 2014

MALING SENDAL (ke)JEPIT

Bulan ramadhan. Bulan penuh berkah. Bulan yang seharusnya menjadi ajang panen anugerah. Bulan yang hanya datang sekali dalam setahun di mana pintu taubat dibuka selebar-lebarnya. Sayangnya bulan yang banyak kiai katakan penuh berkah, terkadang malah menjadi musibah Apalagi kalau bukan karena ulah maling sendal. Sejauh ini belum pernah ada riset yang membuktikan korelasi antara bulan ramadhan dengan meningkatnya kasus pencurian sendal jepit. Tapi faktanya di kota-kota besar kasus pencurian sendal kian marak setiap kali ramadhan menjelang. #hopeless

Hm...sendal jepit! Hanya sendal jepit sodara-sodara. Sekali lagi saya katakan, hanya sendal jepit! Sendal jepit dipakai di kaki. Dipakai untuk jalan menyusuri beceknya jalanan kampung, menapaki panasnya aspal, sampai menginjak tengiknya kotoran ayam tetangga. Ufft! Sebagus apapun sendal jepitnya kalau sudah terkena kotoran pasti jatuh nilainya. Begitulah, cuma sendal jepit nan hina. Itu pun masih dilirik para maling sendal?  Duh...

Sendal jepit alas kaki semua kalangan. Dari pejabat sampai gelandangan pengemis semua pernah memakai sandal jepit. Bukan barang mewah yang tidak semestinya dicuri. Jadi apa konsepnya sebuah sendal jepit akan

Wednesday 16 July 2014

Merokok MEMBUNUHMU (titik!!!)

Merokok itu halal atau haram? Ramai-ramai para pemuka agama berdebat tentang masalah ini. mengkaji seabrek literatur dan menyelami setiap jengkal pendapat dari kepala yang isinya belum tentu sama. Di luar perdebatan nan melelahkan itu, tingkat perokok di kalangan pelajar (anak di bawah umur) kian meningkat. Ironis memang.

Merokok membunuhmu! Begitulah yang tertera di bungkus-bungkus rokok termutakhir. Merokok tidak lagi sekedar mengakibatkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Merokok MEMBUNUHMU. Tak tertolak! Fakta empiris pun demikian. Silahkan bertanya pada dokter-dokter di rumah sakit terdekat di kota Anda, adakah nasihat untuk pasien yang lebih sering dikatakan selain JANGAN MEROKOK ???

MeROKOK itu MEMBUNUHMU. Tak tertolak. Maka untuk apa susah payah mendebatkan sesuatu yang sudah jelas bahaya dan mudhorotnya (kerugiannya). Kalau ada yang membolehkan rokok dari sisi kultural atau memang tradisi adatnya demikian, maka untuk apa mengorbankan kesehatan yang tak tergantikan materi hanya karena alasan budaya? Silahkan disikapi sendiri sesuai nlai-nilai dan budaya yang ada di sekitar Anda.

Saya tidak merokok. Dan saya harap akan ada lebih banyak lagi orang-orang yang tidak merokok. Karena sekali lagi, merokok MEMBUNUHMU.

Tuesday 15 July 2014

Milikilah Tujuan dalam Hidup Ini

Saat saya masih remaja, saya seringkali bertanya-tanya tujuan hidup saya. Sulit menemukan hakikat hidup di tengah geliat kehidupan yang diisi orang-orang yang berpikiran bahwa hidup hanya di dunia, dan hanya untuk dunia. Media massa dibombardir dengan seabrek berita kriminal dan gosip-gosip miring publik figur. Memuakkan. Kita mengalami krisis keteladanan, hingga anak-anak muda seperti saya harus meraba-raba dalam gelap mencari makna hidup.


Yang pertama dan utama, kita MANUSIA bukan monyet. Kecuali Anda penganut darwinisme radikal yang percaya nenek Anda seekor monyet, saya rasa semua orang sadar diri bahwa sebagai makhluk yang bermartabat kita merasa memiliki tujuan khusus di dunia. Ya, kita ini makhluk mulia lho. Kita punya akal, pikiran, punya otak, dan hati, punya seabreak atribut fisik yang lengkap. Untuk apa? Untuk sekedar dipajang di etalase supermarket atau di cover-cover CD boyband? Olala, hidup kita terllau rendah untuk dijual dengan materi. Tak ada uang yang bisa mengembalikann nyawa kita.

dan tidaklah Tuhan menciptakan manusia di muka bumi kecuali untuk beribadah kepada-Nya.

Come ON, manusia bukan binatang ternak. Manusia adalah sebaik-baik ciptaan Tuhan. Dibekali akal pikiran dan hati untuk memakmurkan bumi-Nya tempat kita berpijak. Kita perlu lebih dari sekedar ucapan “saya prihatin” untuk memakmurkan bumi. Kita perlu berupaya nyata, berpayah-payah dalam usaha meraih cita-cita dan menyebarkan kebaikan pada sesama. Karena memang itulah tujuan hakiki kita di dunia ini.

Karena Hidup (Tak) Selalu Tentang Menyenangkan

Karena boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (2: 216)

Kecil dimanja, remaja dipuja, muda kaya raya, tua banyak harta, mati masuk surga.” Ahh...enaknya kalau hidup kita bisa stabil seperti itu. Sejak kecil hidup enak, sampai usia senja. Hingga setelah mati pun masih hidup enak. Ideal banget. Tapi sayangnya, impossible. Dalam hidup ini tidak selamanya kita bisa melakukan segala sesuatu yang menyenangkan.

Seringkali kita dipaksa, atau memang terpaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Kalau kita hanya hidup berdasarkan senang dan tidak senang, kita tidak beda dengan bayi. Bayi mengerjakan segala sesuatu hanya dilandasi rasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Tidak lebih. Lantas apakah kita lebih memilih ‘menjadi bayi’ selamanya untuk bisa menetek manisnya ‘susu kehidupan’ hingga tanpa sadar maut menjemput kita saat lagi enak-enaknya tiduran?



Pergilah ke rumah sakit. Lihatlah tubuh-tubuh yang terkulai tak berdaya di sana. Biarpun pasien dirawat di bangsal VIP, tetap saja mereka harus berpayah-payah (baca: tersiksa) berobat untuk bisa sembuh. Analoginya, hidup memang tak selamanya bisa diisi dengan hal-hal yang kita suka. Bahkan kalau mau jujur, ada lebih banyak hal yang tidak kita suka, tapi sejatinya kita harus melakukannya untuk bisa menjadi pribadi yang lebih bermanfaat.

Contoh, menulis dan membaca itu aktivitas membosankan. Serius. Negara kita tergolong paling rendah minat bacanya dibanding negara-negara asia tenggara lainnya (#fakta). Padahal kalau mau jujur (lagi), justru dari aktivitas yang bagi sebagian besar orang membosankan itulah, kita bsia memetik hikmah yang luar biasa. Dengan membaca dan menulis kita tidak hanya mengasah kemampuan berpikir kita, tapi juga membangun peradaban. Itu baru dalam konteks membaca dan menulis. Di luar sana ada jutaan aktivitas lain yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan potensi diri kita menjadi makhluk dunia yang bisa memberi manfaat pada banyak orang.

Belajar itu tak mengenakkan. Kalau salah dimarahi, kalau tak lulus ujian malu. Tapi kalau kita tidak mau belajar, tidak mau sekolah, yaaa mau jadi apa kita? Luntang-luntung nggak jelas kayak yang sering jalan-jalan di trotoar jalan tanpa busana (hehehee).

So, bersabarlah dengan hal-hal yang tidak kita suka. Pandai-pandailah memaknai hal-hal yang tidak kita suka. Boleh jadi, ada kebaikan yang dapat kita peroleh saat kita menekuni sesuatu yang tidak kita suka. Tapi perlu saya tegaskan, konsteks tulisan ini adalah untuk hal-hal yang positif lho ya. Jangan disalahartikan. Bijaklah membaca dari berbagai sudut pandang. Semangat pagi!!! 

Saat Kamu Mulai Hilang Arah dalam Hidup


Buwakakakakakk.....usang sekali blog saya ini. setelah sekian lama vakum karena masalah hilang identitas yang mengganjal. Hilang identitas. Ya. Beberapa hari, eh tepatnya beberapa minggu terakhir ini saya merasa hilang identitas. Saya merasa ada sesuatu yang hilang dari diri saya. Saya pun sempat bertanya-tanya pada diri saya sendiri sebenarnya saya ini siapa dan mau apa di dunia ini???


Sebagai anak muda, sangat wajar bila saya masih terus mencari-cari jati diri. Sibuk mencari identitas diri. Dalam setiap dinamika kehidupan anak manusia, proses pencarian jati diri itu pasti. Biasanya proses pencarian ini akan diproses melalui langkah imitasi, peniruan sikap dan perilaku, dan serangkaian proses sosialisasi rumit dengan individu lain dalam masyarakat. Pada akhirnya, individu tersebut akan belajar nilai, norma, budaya, dan mulai menerka status sosial beserta peranannya dalam masyarakat.

Saya merasa baru saja melalui fase yang terakhir ini. saya masih remaja. Saya masih berstatus pelajar dan belum kawin (bisa dicek kok KTP-nya). Saya masih ingat betul tentang proses pencarian identitas diri ini. Jaman saya sekolah menengah dulu, saya pernah terobsesi ingin menjadi pemain basket. Fantasi saya waktu itu kalau bisa main basket itu keren. Dielu-elukan gadis-gadis di sepanjang tribun penonton. Setiap saya bawa bola, mereka histeris, “Kyaaa!!!”

Deg! Fantasi liar saya harus terhenti seketika karena saya tidak lama menekuni basket mengingat saya tidak memiliki DNA Danny Sumargo. Sodara jauh pun tidak. Maksud saya, saya tidak berbakat di bidang ini. Saya cuma suka. Lagi pula tinggi badan saya tidak mendukung untuk olahraga seperti ini. Saya tidak mau munaf*k. Hampir tidak ada pemain basket kelas dunia yang pemiannya bertinggi kurang dari 170 senti.

Lepas dari hingar bingar basket, saya mulai menekuni musik. Ya, lagi-lagi saya berimajinasi liar. Memegang senar gitar, eh, memetik senar gitar, bersenandung, kemudian gadis-gadis histeris meneriakkan nama saya dari tribun, “Kyaaaa...!!!!!” Senang bukan main. Saya mulai belajar satu dua kunci dasar. Lumayan nih pikir saya. Tidak banyak teman sekelas yang bisa main gitar. Berasa paling pintar, saya mulai sombong.