Ijinkan aku bertanya
padamu,
Jika kamu seorang guru,
apakah kamu menjadi guru karena kamu menyenanginya, ataukah karena kamu
terpaksa menjalaninya?
Jika kamu seorang
perawat, apakah kamu menjadi perawat karena kamu menyenanginya, ataukah karena
kamu terpaksa menjalaninya?
Jika kamu seorang sopir
ojek, petani, pedagang, tukang sapu, atau profesi apapun, apakah kamu menjalani
semua itu karena kamu menyenanginya, ataukah karena kamu terpaksa melakukannya?
Jika dalam hidup ini kamu
bisa memilih, tentu kamu akan memilih apa-apa yang kamu senangi. Pada dasarnya
kamu lebih senang menjadi hartawan, menjadi orang penting, pejabat, atau
setidaknya pegawai negeri. Kamu inginkan semua yang menurutmu bisa membuatmu
bahagia. Kamu inginkan kehidupan ini berjalan sesuai keinginanmu. Bahkan diriku
pun ingin begitu.
Nyatanya tidak. Kehidupan
ini, tidak melulu soal melakukan apa-apa yang kita senangi. Kehidupan ini tidak
selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita mau. Justru sebaliknya, seringkali
kita harus melakukan apa-apa yang tidak kita senangi. Seringkali kita harus
menghadapi situasi yang tidak pernah kita harapkan terjadi. Tapi pada hal-hal
yang demikian itulah, Tuhan mengajak kita untuk merenungi dan menyelami hakikat
kehidupan ini.
Menjadi pedagang,
misalnya. Boleh jadi kamu akan berpkir "Oh tidak, menjadi pedagang?
Pedagang itu susah, serba tidak pasti, serba prihatin. Lebih banyak rugi
daripada untung. Kalau ketemu kawan lama, bisa gengsi aku mengakuinya. Inginku
ya jadi pegawai saja, lebih bermartabat, lebih berpangkat, kerja juga enak,
tiap bulan dapat gaji dan tunjangan segala macam."
Tapi pernahkah kamu
berpikir, bahwasanya justru karena berdaganglah, tanpa sadar kamu memberi lebih
banyak manfaat.
Dengan berdagang itu,
kamu cukupi kebutuhan banyak orang yang membutuhkan. Kamu beri kemudahan pada
banyak orang untuk mengenyangkan perutnya. Kamu ringankan beban mereka yang
"papa" dengan sengaja mengambil laba yang sedikit. Bahkan sekali dua,
kamu rela dihutangi, saat pelangganmu kehabisan uang sementara anak-anaknya
menangis kelaparan di rumah. Jika kamu ikhlas melakukan semua itu, boleh jadi
ada lebih banyak "kebaikan" yang kamu peroleh, yang belum tentu kamu
terima jika kamu memilih menjadi pegawai.
"Karena dalam hidup
ini, boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik bagimu. Pun
boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu."
Hidup ini tak melulu soal
materi. Hidup ini tak selalu tentang mendapatkan apa-apa yang kita inginkan.
Hidup ini tak selalu tentang melakukan apa-apa yang kita senangi. Jika hidup
hanya tentang melakukan apa-apa yang kita senangi dan mendapatkan apa-apa yang
kita inginkan, bukankah kita tak jauh beda dengan bayi?
Maka, ikhlaslah.
Belajarlah mensyukuri hal-hal kecil dalam hidup ini, sekalipun hanya helaan
nafas atau seulas senyum dari bibir mungil anak-anak kita. Menjadi apapun
dirimu sekarang, jalanilah itu, sebagai wujud "pengabdianmu". Hargai
dirimu dan mulailah menebar manafat bagi sesama. Bukankah sebaik-baik manusia
adalah mereka yang paling banyak manfaatnya?