Setiap orang pasti pernah bertanya pada
dirinya sendiri “Untuk apa aku dilahirkan ke dunia ini?” Hal ini lumrah
mengingat setiap manusia membutuhkan “tujuan” dalam segala tindakan dan
keputusan yang diambilnya. Karenanya, orang yang selama hidupnya tidak pernah
memiliki tujuan sama saja dengan orang yang tak pernah merasakan hidup. Orang
model ini tidak tahu harus ke mana lagi setelah menyelesaikan sebuah urusan.
Rutinitas yang dijalani akan terasa sangat membosankan. Hingga pada satu titik ia
akan merasakan kejenuhan dalam segala hal. Bahkan nasi pecel es teh soda yang
selama ini jadi menu kegemarannya tak terasa nikmat lagi.
Semua itu terjadi karena setiap manusia
memerlukan tujuan dalam hidupnya. Bahkan tanpa Anda sadari, Anda selalu
menciptakan tujuan-tujuan itu. Anda makan tujuannya demi mengenyangkan perut.
Anda tertawa tujuannya menyenangkan hati Anda. Begitu pula ketika Anda (maaf)
buang air besar—tujuannya melepaskan sesuatu yang akan menjadi penyakit bila
tak segera Anda enyahkan dari saluran pencernaan. Bahkan seandainya bayi dapat
bicara ketika dilahirkan, boleh jadi dia akan segera bertanya, “Mak, untuk apa susah-susah
mbrojolin aku ke dunia ini?”
Apa jadinya bila hidup Anda berlalu tanpa
tujuan? Ya, GALAU. Makanya kalau Anda bertanya-tanya kenapa anak muda jaman
sekarang sering bilang galau—jawabannya hanya satu: mereka sedang hilang arah
dan tak tahu harus kemana. Bahasa sederhananya tersesat. Jadi, kalau misal
putra-putri Bapak/Ibu/Sdr ada yang bilang galau, maka tolonglah mereka.
Setidaknya mulaialah dengan membuka diri untuk mendengarkan curhatan mereka.
Kembali lagi ke persoalan tujuan hidup. Bagi
orang-orang yang sudah mencapai level “BERIMAN” dalam hati, lisan, dan
perbuatan, maka Tuhanlah tujuan dari segala tujuan. Orientasinya sudah ke
hal-hal transendental. Jangankan sholat (misalnya), makan pun akan mereka
maknai dengan tujuan ibadah. Bepergian mencari kerja juga diniatkan dengan
tujuan mencari ridho-Nya. Setiap aktivitas akan diawali dengan doa dan diakhiri
dengan ucapan syukur. Itu mereka yang telah mencapai level ihsan:
ikhlas—aktivitas-aktivitasnya semata hanya sebagai bentuk pengabdian kepada
Tuhan.
Tentu saja tidak semua orang berlaku
demikian. Bukan berarti banyak orang yang belum beriman lho ya. Sebaiknya
tanyakan pada diri Anda sendiri sejauh mana iman Anda selama ini. Apakah hanya
sepelemparan sajadah setiap sholat, atau hanya sekeping receh yang Anda berikan
pada peminta-minta. Yang jelas, aspek universal dalam pembahasan ini adalah: “Carilah tujuan dalam setiap tindakan Anda.” Tak peduli Anda orang beragama, orang
atheis, orang kafir, orang bertakwa, orang Indonesia, orang Amerika, orang
berpangkat, atau pun orang fakir, siapapun Anda hendaknya memiliki
tujuan—alasan kenapa Anda melakukan tindakan tersebut. Karena yakinlah, hanya
orang gila saja yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya.
Seiring berjalannya waktu, seiring dengan
tercapainya tujuan-tujuan Anda, Anda akan mempertanyakan kembali tujuan-tujaun
tersebut. Untuk apa semua ini. Untuk apa aku melakukan ini itu. Aku sudah
memperoleh semua yang kuinginkan dalam hidup ini. Aku sudah sukses mencapai
tujuan-tujuanku. Hingga pada suatu titik Anda akan menyadari: Dia-lah yang
seharusnya menjadi muara dari semua tujuan-tujuan hidupku.
0 comments:
Post a Comment