Dalam pepatah Jawa ada istilah “Ana rega ana rupa” (ada harga, ada
barang). Sejak digunakannya sistem uang untuk menggantikan barter, manusia
mulai menetapkan standar-standar kualitas tertentu terhadap barang/jasa yang
diperdagangkan. Standar-satandar kualitas itulah yang nanti akan menentukan
seberapa murah atau mahal komoditas dagang tersebut. Sederhananya, semakin
mahal suatu barang maka semakin baik kualitasnya. Kecuali Anda tipe-tipe
pembeli ‘gampangan’ yang mudah terhasut bujuk rayu penjual tipe super
sales—salah satu jenis pedagang yang sangat getol menawarkan barang
dengan memberikan ceramah penuh busa diiringi sisipan sumpah nan meyakinkan.
Tapi di sini saya tidak membahas
pedagang salesnya. Saya menyoroti konsep “ana
rega ana rupa” dalam perspektif sumber daya manusia. Ya, biar bagaimanapun
kita termasuk ‘barang’. Kalau kita menawarkan barang/jasa maka kedudukan kita
bisa menjadi barang dagangan. Istilahnya kita jual diri, tapi bukan melacur ya
(tidak dibahas juga di sini). Salah satu kunci kesuksesan kita dalam karir juga
tidak lepas dari bagaimana cara kita ‘menjual diri’.
Anggaplah di jidat kita ada
merk/brand, katakanlah nama kita adalah brand. Ketika kita melamar pekerjaan
misalnya, maka kita sedang mempertaruhkan brand itu. Apakah brand itu layak
bekerja di perusahaan itu, atau sebaliknya—kapasitasnya diragukan dan lamaran
ditolak.
Brand yang berupa diri kita
sendiri merupakan perwujudan dari kualitas yang kita miliki. Semakin tinggi
kualitas diri kita, maka semakin layak kita dipekerjakan dan dihargai tinggi. Pelawak
Surabaya--Cak Lontong—adalah role-model sukses yang inspiratif bagi saya.
Sebelum terjun di dunia pertelevisian, Cak Lontong lebih dulu aktif sebagai
pemain ludruk Cap Toegoe. Di ludruk itulah kualitas Cak Lontong sebagai pelawak
ditempa.
Awalnya saya sudah cukup terkesan
dengan Cak Lontong saat dia masih aktif di program “Negeri Impian.” Tapi
kecakapan individualnya dalam melawak baru saya ketahui ketika dia aktif
menjadi komika di stand up comedy. Dari berbagai stand up yang dibawakannya,
tampak bagaimana Cak Lontong memiliki wawasan dalam melawak. Tidak sekedar
melawak tapi dia paham betul esensi ‘menghibur.’ Hal ini berbeda dengan
pelawak-pelawak lain yang bergaya slapstick dan menjadikan kekurangan fisik
sebagai bahan candaan. Of course NOT!
Cak Lontong kerap membawakan lawakan
yang mempermainkan silogisme audiens. Salah satu cara melucu yang paling
sederhana tapi juga yang paling susah karena membutuhkan wawasan yang luas dari
pelawak itu sendiri. Dan kebiasaan Cak Lontong membaca buku adalah kuncinya.
Materi lawak yang berbobot adalah pengejawantahan dari kebiasaannya membaca
buku. inilah yang menjadikan kualitas diri
Saya pun berpikir bahwa cepat
atau lambat Cak Lontong akan semakin sering muncul di TV, tidak terbatas di
stand up comedy. Dan benar saja, hari ini Cak Lontong telah menjadi ikon
tayangan “Indonesia Lawak Klub” (ILK) bersama Komeng dan kroni-kroninya.
Kocaknya Cak Lontong pun bisa dilihat di berbagai stasiun televisi.
Kembali ke filosofi “ana rega ana
rupa.” Cak Lontong hanya sebuah sempilan untuk menggambarkan bagaimana kualitas
diri yang dibangun dengan sungguh-sungguh akan melenggangkan jalan menuju
kesuksesan. Jadi sebelum mempertanyakan gaji, tanyakan terlebih dahulu pada
diri kita sendiri, “Dengan kualitas diri
saya yang seperti ini, pantaskah saya meminta gaji sekian rupiah?”
Yang sering membuat bingung
adalah kenyataan maraknya pencari kerja yang bermodal nekat. Kualitas pas-pasan
tapi maunya digaji tinggi. Sulit mengharapkan sesuatu yang wah dari pekerja
semacam ini. Yang lebih parah adalah pekerja yang sebenarnya memiliki cukup
kualitas tapi perilaku kerjanya tidak menunjukkan kualitas dirinya. Ngeles gaji
kurang padahal sudah di atas UMR. Tidak punya motivasi kerja. Prinsipnya asal
bos senang—tanpa ambisi apapun yang memacunya bekerja lebih efektif dan
efisien.
Ketika saya menulis ini, saya pun
masih belajar. Paragraf-paragraf dalam tulisan ini semacam self reminder bagi diri
saya agar selalu mempersiapkan diri menghadapi persaingan dunia kerja yang kian
ketat. Dan dari sekian banyak nasihat bijak tentang kesuksesan, saya
mempercayai bahwa MEMBACA adalah
cara peningkatan kualitas diri yang paling simpel. Semua orang-orang besar yang
sukses adalah kutu buku sejati. Semoga kita diberi kesempatan untuk selalu
belajar dari mereka.
0 comments:
Post a Comment