Subscribe:

Labels

Tuesday 19 May 2015

Kualitas Diri, Cak Lontong, dan Filosofi “Ana Rega Ana Rupa”

Dalam pepatah Jawa ada istilah “Ana rega ana rupa” (ada harga, ada barang). Sejak digunakannya sistem uang untuk menggantikan barter, manusia mulai menetapkan standar-standar kualitas tertentu terhadap barang/jasa yang diperdagangkan. Standar-satandar kualitas itulah yang nanti akan menentukan seberapa murah atau mahal komoditas dagang tersebut. Sederhananya, semakin mahal suatu barang maka semakin baik kualitasnya. Kecuali Anda tipe-tipe pembeli ‘gampangan’ yang mudah terhasut bujuk rayu penjual tipe super sales—salah satu jenis pedagang yang sangat getol menawarkan barang dengan memberikan ceramah penuh busa diiringi sisipan sumpah nan meyakinkan.

Tapi di sini saya tidak membahas pedagang salesnya. Saya menyoroti konsep “ana rega ana rupa” dalam perspektif sumber daya manusia. Ya, biar bagaimanapun kita termasuk ‘barang’. Kalau kita menawarkan barang/jasa maka kedudukan kita bisa menjadi barang dagangan. Istilahnya kita jual diri, tapi bukan melacur ya (tidak dibahas juga di sini). Salah satu kunci kesuksesan kita dalam karir juga tidak lepas dari bagaimana cara kita ‘menjual diri’.

Anggaplah di jidat kita ada merk/brand, katakanlah nama kita adalah brand. Ketika kita melamar pekerjaan misalnya, maka kita sedang mempertaruhkan brand itu. Apakah brand itu layak bekerja di perusahaan itu, atau sebaliknya—kapasitasnya diragukan dan lamaran ditolak.

Brand yang berupa diri kita sendiri merupakan perwujudan dari kualitas yang kita miliki. Semakin tinggi kualitas diri kita, maka semakin layak kita dipekerjakan dan dihargai tinggi. Pelawak Surabaya--Cak Lontong—adalah role-model sukses yang inspiratif bagi saya. Sebelum terjun di dunia pertelevisian, Cak Lontong lebih dulu aktif sebagai pemain ludruk Cap Toegoe. Di ludruk itulah kualitas Cak Lontong sebagai pelawak ditempa.

Awalnya saya sudah cukup terkesan dengan Cak Lontong saat dia masih aktif di program “Negeri Impian.” Tapi kecakapan individualnya dalam melawak baru saya ketahui ketika dia aktif menjadi komika di stand up comedy. Dari berbagai stand up yang dibawakannya, tampak bagaimana Cak Lontong memiliki wawasan dalam melawak. Tidak sekedar melawak tapi dia paham betul esensi ‘menghibur.’ Hal ini berbeda dengan pelawak-pelawak lain yang bergaya slapstick dan menjadikan kekurangan fisik sebagai bahan candaan. Of course NOT!

Cak Lontong kerap membawakan lawakan yang mempermainkan silogisme audiens. Salah satu cara melucu yang paling sederhana tapi juga yang paling susah karena membutuhkan wawasan yang luas dari pelawak itu sendiri. Dan kebiasaan Cak Lontong membaca buku adalah kuncinya. Materi lawak yang berbobot adalah pengejawantahan dari kebiasaannya membaca buku. inilah yang menjadikan kualitas diri

Saya pun berpikir bahwa cepat atau lambat Cak Lontong akan semakin sering muncul di TV, tidak terbatas di stand up comedy. Dan benar saja, hari ini Cak Lontong telah menjadi ikon tayangan “Indonesia Lawak Klub” (ILK) bersama Komeng dan kroni-kroninya. Kocaknya Cak Lontong pun bisa dilihat di berbagai stasiun televisi.

Kembali ke filosofi “ana rega ana rupa.” Cak Lontong hanya sebuah sempilan untuk menggambarkan bagaimana kualitas diri yang dibangun dengan sungguh-sungguh akan melenggangkan jalan menuju kesuksesan. Jadi sebelum mempertanyakan gaji, tanyakan terlebih dahulu pada diri kita sendiri, “Dengan kualitas diri saya yang seperti ini, pantaskah saya meminta gaji sekian rupiah?

Yang sering membuat bingung adalah kenyataan maraknya pencari kerja yang bermodal nekat. Kualitas pas-pasan tapi maunya digaji tinggi. Sulit mengharapkan sesuatu yang wah dari pekerja semacam ini. Yang lebih parah adalah pekerja yang sebenarnya memiliki cukup kualitas tapi perilaku kerjanya tidak menunjukkan kualitas dirinya. Ngeles gaji kurang padahal sudah di atas UMR. Tidak punya motivasi kerja. Prinsipnya asal bos senang—tanpa ambisi apapun yang memacunya bekerja lebih efektif dan efisien.


Ketika saya menulis ini, saya pun masih belajar. Paragraf-paragraf dalam tulisan ini semacam self reminder bagi diri saya agar selalu mempersiapkan diri menghadapi persaingan dunia kerja yang kian ketat. Dan dari sekian banyak nasihat bijak tentang kesuksesan, saya mempercayai bahwa MEMBACA adalah cara peningkatan kualitas diri yang paling simpel. Semua orang-orang besar yang sukses adalah kutu buku sejati. Semoga kita diberi kesempatan untuk selalu belajar dari mereka.

0 comments:

Post a Comment