-
001 -
Korban_UN: “Tinggal
beberapa minggu lagi ujian. Mbok aku
dikasih motivasi gitu lah Bang. Rasanya kok keder juga walau sudah banyak
latihan dan ikut try out.”
Bg_Hani:
“Oh…sudah
mau ujian to? Berarti sebentar lagi lulus dong.”
Korban_UN: “Iya,
lulus—kalau ujiannya juga lulus, Bang.”
Bg_Hani: “Optimis
saja. Kayaknya kamu phobia banget
sama ujian?”
Korban_UN: “Ya
iyalah, Bang. Mana ada murid yang nggak keder waktu mau ujian? Lagian gondok juga Bang, tiap hari isinya latihan soal
melulu.”
Bg_Hani: "Namanya
juga mau ujian. Dulu aku juga begitu.”
Korban_UN: "Boleh diceritain, Bang, dulu kayak gimana?"
Bg_Hani: “Dulu,
menjelang ujian, murid-murid pasti diminta mempeng belajar. Semuanya disuruh berlatih soal dengan porsi yang
tidak wajar. Pagi-pagi sekali, sudah disuruh berangkat sekolah untuk les pagi. Sorenya,
pergi ke bimbel untuk les lagi. Waktu bermain hampir tidak ada. Guru-guru
bilang semua murid harus banyak berlatih soal supaya lulus. Waktu itu, aku berharap
ada guru yang mau menyiapkan mental murid yang telranjur down melihat hasil tryout.
Tapi sampai hari-H ujian, hal semacam itu tidak pernah terjadi. “Siraman rohani”
yang diberikan tidak lebih dari kegiatan doa bersama dan ritus ibadah sunah
yang akan segera ditinggalkan murid begitu ujian selesai.”
Korban_UN: “Wah….yang terjadi sekarang juga masih seperti itu, Bang.”
Bg_Hani: “Kadang
aku kasihan sama kalian. Sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya cuma disuruh ikut
ujian. Belasan tahun sekolah, ujung-ujungnya ditentukan dari 3 hari ujian.”
Korban_UN:
“Maka
dari itu, Bang? Siapa yang nggak keder tiap mau UN begini? Ini mah Ujian Nasional Nasib!”
Bg_Hani:
“Ya,
bagaimanapun kamu tinggal menjalaninya saja kan. Cepat atau lambat kamu tetap
tidak bisa mengelak dari ujian.”
Korban_UN:
“Itu
sih jelas Bang. Yang lainnya apa lagi? Takutnya itu lho, Bang. Serba pesimis. Takut-takut kalau hasil ujian tidak memuaskan. Apalah saya ini, Bang, cuma
pelajar cupu yang mengira bulan April sama kayak Halloween.”
Bg_Hani:
“Kamu
itu cuma kurang percaya diri saja. Kalau belajarmu sudah tekun, rutin latihan
soal, ikut les/privat, banyak membaca, ikhlas berdoa, semua itu sudah cukup. Sampai
di situ asal kamu menikmati prosesnya, maka tidak ada yang salah. Biasanya, yang
jadi masalah itu “hutang materi di kelas sebelumnya.” Misalnya, dulu kamu
kurang menguasai materi aljabar. Ada baiknya kamu fokus mempelajari materi itu
dengan semua sumber daya yang kamu punya, entah buku, internet, teman, atau
tanya langsung ke guru les.”
Korban_UN:
“Kalau
yang itu sudah, Bang.”
Bg_Hani:
“Baguslah,
anggap saja itu sudah separuh perjalanan. Kalau soal pesimisme, mungkin kamu
perlu meng-upgrade cara berpikirmu
menjadi lebih kekinian.”
Korban_UN:
“Maksudnya
Bang?”
Bg_Hani:
“Di
dunia ini kita bisa merugi karena tiga hal:
1) Terlalu sibuk mencemaskan masa depan yang
belum terjadi;
2) Terlalu lama menyesali masa lalu yang tidak mungkin
kembali; dan
3) Menyia-nyiakan
penghidupannya hari ini.
Coba kamu pikirkan! Ketinggalan materi—itu masa lalu. Biarkan
saja ia berlalu, jangan terlalu lama disesali. Yang bisa kamu lakukan HARI INI hanya
meminimalisir ketertinggalan itu dengan mempelajari materi itu kembali. Sedangkan
hasil ujian—itu perkara masa depan. Yang bisa kamu lakukan HARI INI adalah mempersiapkannya
sebaik mungkin, dengan semua sumber daya yang kamu punya.
Kita hanya bisa mengontrol tindakan kita SAAT INI. Masa lalu dan masa depan
berada di luar kontrol kita. Karena itu, kita malah akan ‘tertekan’ saat mencemaskan
masa depan atau menyesali masa lalu—karena dua hal itu berada di luar kendali
kita.”
Korban_UN:
“Kuncinya,
fokus pada yang dihadapi saat ini, ya Bang?”
Bg_Hani:
“Ya.
Untuk apa buang-buang waktu memikirkan hal-hal yang tidak jelas, tidak pasti, yang
bahkan belum tentu terjadi?”
Korban_UN:
“Oke,
hadapi yang ada di depan mata, pikirkan hari ini, urusan masa depan dipikir
belakangan. Pasrah saja. Begitu?”
Bg_Hani:
“Hati-hati
dengan kata PASRAH. Pasrah jangan kamu artikan bermalas-malasan, tanpa melakukan
apa-apa. Pasrah harus didahului dengan UPAYA.
Jika kamu pasrah sebelum berupaya, itu ‘bodoh’ namanya! Logikanya, mana yang lebih
baik; belajar dulu sebelum ujian, kemudian pasrah apapun hasilnya nanti, atau malah
pasrah duluan, tanpa belajar sama sekali?”
Korban_UN:
“Ya
jelas lebih baik yang belajar duluan, Bang.”
Bg_Hani:
“Sampai
sini sudah paham kan maksudku?”
Korban_UN:
“Sudah,
Bang. Aduh, makasih banget wejangan gratisnya. Kapan-kapan kalau teman saya ada
masalah, saya ajak main ke sini deh, Bang?”
Bg_Hani:
“Anytime. Asal tidak minta yang aneh-aneh
seperti minta cara cepat kaya, minta jodoh, apalagi minta bocoran nomor togel. Good luck ya buat ujiannya. Dan tolong, itu nickname-nya diganti. Masak terus-terusan jadi Korban_UN?”
Korban_UN:
“Siplah,
Bang!”
NB:
“TAKONO HANI” adalah rubrik semifiksi yang
berisi tanya-jawab seputar masalah remaja. Rubrik ini sifatnya terbuka. Bagi siapapun
yang ingin berkonsultasi seputar masalah remaja, langsung saja mengirimkan ‘pertanyaan’-nya via email: bennysapien@gmail.com
Pertanyaan terpilih akan saya posting di rubrik
“TAKONO HANI” dengan privasi (semua
nama tempat, nama orang, nama merk, akan disamarkan). GRATIS