Subscribe:

Labels

Sunday 20 March 2016

Melecehkan Lambang Negara, Gundulmu!


.   .   .

Dari kejauhan, seorang pemuda tampak terbirit-birit menuju halaman rumah Pak RT. Pagar rumah yang tak seberapa tinggi dilompatinya. Sejurus kemudian, pemuda itu sudah berteriak memanggil si empunya rumah keras-keras.

“Pak RT, Pak RT…!!!”

Yang diteriaki segera membuka pintu. “Owalah…Trimbil!”

“Gawat Pak RT, gawat!”

“Gawat kenapa? Nggak usah kemrungsung begitu to! Pelan-pelan ngomongnya!”

Pemuda bernama Trimbil itu mencoba mengatur nafasnya. Setelah tenang, ia meneruskan kata-katanya. “Barusan saya jatuh Pak RT.”

“Jatuh? Kamu nabrak orang?” mata Pak RT membelalak.

“Bukan, Pak. Saya barusan jatuhin kaos saya ke jamban,” Trimbil berkata sambil mengacungkan sebuah kaos warna merah dari kresek yang dibawanya.

Ladalah…Jabang bayi!  Kok pesing tenan Mbil!” Dengan refleks, Pak RT menutup hidung.

“Maaf Pak. Soalnya saya takut, keburu dicari Polisi.”

“Lho, memangnya kamu salah apa?” Dahi Pak RT berkerut.

“Pak RT nggak lihat? Di kaos ini ada lambang Garudanya, Pak.” Trimbil menunjukkan lambang Garuda yang dibordir di kaos merah itu.

“Pak RT kan tahu, ‘Garuda’ itu lambang negara. Kalau saya menjatuhkan kaos ini ke jamban, berarti saya telah melecehkan lambang negara dong, Pak. Iya to? Kemarin saya lihat di TV ada artis ditangkap polisi gara-gara melecehkan lambang negara. Katanya diancam hukuman 5 tahun penjara, lho, Pak. Aduh, saya nggak mau dipenjara, Pak. Tolong Pak RT, tolong saya. Sumpah saya nggak sengaja…”

Pak RT menghela napas panjang. “Owalah…Mbil...Trimbil. Apanya yang melecehkan lambang negara? Gundulmu! Mbok berita di TV jangan diikuti mentah-mentah. Kasus kaosmu itu jelas beda.“

“Beda gimana, Pak RT?”

“Lha iya to. Yang namanya kaos jatuh di kamar mandi, itu biasa. Cuma kebetulan di kaosmu itu ada lambang Garudanya. Tapi dalam hal ini, kamu kan tidak sengaja. Beda soal kalau kamu nginjak-injak bendera merah-putih, misalnya, terus rekamannya kamu unggah ke Yutub. Itu baru jadi masalah.”

Trimbil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Memangnya yang artis itu gimana, Pak RT?”

Sambil berkacak pinggang, Pak RT kembali menjelaskan. “Walah…tadi kan sudah saya bilangin, berita di TV jangan kamu telan mentah-mentah. Tidak semua ‘pelecehan’ dianggap melecehkan lambang negara. Anak SD yang keliru mengurutkan sila Pancasila, misalnya, tidak bisa serta merta dianggap melecehkan lambang negara. Lagipula kalau dipikir-pikir, apa untungnya sih melecehkan lambang negara?”

Trimbil menggelengkan kepalanya. “Nggak ada Pak RT. Warga negara yang baik, tentu tidak akan menjadikan atribut negaranya sendiri sebagai bahan bercandaan.”

“Nah, iya to. Buat saya, yang ‘melecehkan’ itu malah orang-orang yang ngaku hapal Pancasila, tapi kelakuannya tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Dia ngaku berketuhanan Yang Maha Esa, tapi ibadah saja jarang-jarang. Katanya paham kemanusiaan yang adil dan beradab, tapi kok tega nilep subsidi orang lain? Waktu kampanye, janji memperjuangkan keadilan sosial. Tapi setelah terpilih, kok ya masih tega melakukan korupsi. Apa nggak melecehkan itu namanya? Saya malah lebih setuju orang-orang semacam itu yang diperkarakan.”

Trimbil manggut-manggut. “Betul juga Pak RT. Saya yang wong cilik ini juga nggak mungkin sengaja melecehkan lambang negara. Lalu saya harus gimana ini, Pak RT?”

Wis kamu pulang saja. Kaose dicuci sampai bersih. Kalau perlu dikasih pewangi biar hilang pesingnya.”

“Saya nggak bakal dicari Polisi to Pak?” Trimbil masih agak ragu.

“Iyo,,,iyo…Ora bakal digoleki Polisi wis. Nyatane kowe yo ora salah. Buruan dicuci kaos. Ora nguwati tenan ambune!

“Hehe…injih, Pak RT.” Trimbil malah nyengir.


*   *   *

1 comments:

Mungil said...

bahahhahahhakkkkk.... kocak.

Post a Comment