. . .
Dari kejauhan, seorang pemuda tampak terbirit-birit menuju
halaman rumah Pak RT. Pagar rumah yang tak seberapa tinggi dilompatinya.
Sejurus kemudian, pemuda itu sudah berteriak memanggil si empunya rumah keras-keras.
“Pak RT, Pak RT…!!!”
Yang diteriaki segera membuka pintu. “Owalah…Trimbil!”
“Gawat Pak RT, gawat!”
“Gawat kenapa? Nggak usah kemrungsung begitu to! Pelan-pelan ngomongnya!”
Pemuda bernama Trimbil itu mencoba mengatur nafasnya. Setelah
tenang, ia meneruskan kata-katanya. “Barusan saya jatuh Pak RT.”
“Jatuh? Kamu nabrak orang?” mata Pak RT membelalak.
“Bukan, Pak. Saya barusan jatuhin kaos saya ke jamban,” Trimbil
berkata sambil mengacungkan sebuah kaos warna merah dari kresek yang dibawanya.
“Ladalah…Jabang
bayi! Kok pesing tenan Mbil!” Dengan refleks, Pak RT menutup hidung.
“Maaf Pak. Soalnya saya takut, keburu dicari Polisi.”
“Lho, memangnya kamu salah apa?” Dahi Pak RT berkerut.
“Pak RT nggak lihat? Di kaos ini ada lambang Garudanya,
Pak.” Trimbil menunjukkan lambang Garuda yang dibordir di kaos merah itu.
“Pak RT kan tahu, ‘Garuda’ itu lambang negara. Kalau saya menjatuhkan kaos ini ke jamban, berarti saya telah melecehkan lambang negara dong, Pak. Iya to? Kemarin saya lihat di TV ada artis ditangkap polisi gara-gara melecehkan lambang negara. Katanya diancam hukuman 5 tahun penjara, lho, Pak. Aduh, saya nggak mau dipenjara, Pak. Tolong Pak RT, tolong saya. Sumpah saya nggak sengaja…”
Pak RT menghela napas panjang. “Owalah…Mbil...Trimbil. Apanya
yang melecehkan lambang negara? Gundulmu! Mbok
berita di TV jangan diikuti mentah-mentah. Kasus kaosmu itu jelas beda.“
“Beda gimana, Pak
RT?”
“Lha iya to. Yang namanya kaos jatuh di kamar mandi, itu
biasa. Cuma kebetulan di kaosmu itu ada lambang Garudanya. Tapi dalam hal ini, kamu
kan tidak sengaja. Beda soal kalau kamu nginjak-injak bendera merah-putih, misalnya,
terus rekamannya kamu unggah ke Yutub. Itu baru jadi masalah.”
Trimbil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Memangnya
yang artis itu gimana, Pak RT?”
Sambil berkacak pinggang, Pak RT kembali menjelaskan. “Walah…tadi
kan sudah saya bilangin, berita di TV jangan kamu telan mentah-mentah. Tidak
semua ‘pelecehan’ dianggap melecehkan lambang negara. Anak SD yang keliru mengurutkan
sila Pancasila, misalnya, tidak bisa serta merta dianggap melecehkan lambang
negara. Lagipula kalau dipikir-pikir, apa untungnya sih melecehkan lambang
negara?”
Trimbil menggelengkan kepalanya. “Nggak ada Pak RT. Warga
negara yang baik, tentu tidak akan menjadikan atribut negaranya sendiri sebagai
bahan bercandaan.”
“Nah, iya to. Buat saya, yang ‘melecehkan’ itu malah orang-orang
yang ngaku hapal Pancasila, tapi kelakuannya tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Dia ngaku berketuhanan Yang Maha Esa, tapi ibadah saja jarang-jarang. Katanya paham
kemanusiaan yang adil dan beradab, tapi kok tega nilep subsidi orang lain? Waktu
kampanye, janji memperjuangkan keadilan sosial. Tapi setelah terpilih, kok ya
masih tega melakukan korupsi. Apa nggak melecehkan itu namanya? Saya malah lebih
setuju orang-orang semacam itu yang diperkarakan.”
Trimbil manggut-manggut. “Betul juga Pak RT. Saya yang wong cilik ini juga nggak mungkin
sengaja melecehkan lambang negara. Lalu saya harus gimana ini, Pak RT?”
“Wis kamu pulang
saja. Kaose dicuci sampai bersih. Kalau
perlu dikasih pewangi biar hilang pesingnya.”
“Saya nggak bakal dicari Polisi to Pak?” Trimbil masih
agak ragu.
“Iyo,,,iyo…Ora
bakal digoleki Polisi wis. Nyatane kowe yo ora salah. Buruan dicuci
kaos. Ora nguwati tenan ambune!”
“Hehe…injih,
Pak RT.” Trimbil malah nyengir.
* * *
1 comments:
bahahhahahhakkkkk.... kocak.
Post a Comment