Subscribe:

Labels

Tuesday 29 March 2016

Batman vs Superman vs NOLAN


…why so serious?
(Joker)

Bagi saya, move on dalam urusan perasaan boleh jadi lebih mudah, daripada move on dalam urusan film superhero. Untuk film jenis ini, saya belum bisa move on sepenuhnya dari trilogi Batman-nya Christopher Nolan—terutama sekuel keduanya yang berjudul The Dark Knight. Film yang dirilis tahun 2008 itu terbilang sukses mengubah pespektif publik terhadap film superhero. Jika dulu kita menganggap film superhero adalah film pop corn penuh fantasi, maka The Dark Knight menampilkan sosok superhero yang lebih “manusiawi”.

Di film The Dark Knight, Batman bukanlah sosok superhero yang unbeatable. Batman tidak selalu dielu-elukan banyak orang. Alih-alih, Batman sempat dicap sebagai public enemy oleh warga Gotham City yang selama ini dibelanya. Batman pun sempat menerima kenyataan pahit saat wanita yang paling dicintainya justru memilih pria lain untuk dinikahi.

Tidak seperti film superhero lain yang plot ceritanya mudah ditebak. The Dark Knight menyajikan alur cerita yang lebih rumit dan dramatis. The Dark Knight tidak melulu mengumbar efek CGI dengan adegan “jeder...jeder” memekakkan telinga. Ada pesan moral dan intrik-intrik psikologis rumit yang terselip di film The Dark Knight. Semua itu disuguhkan dengan apik tanpa merusak jalan cerita. Singkatnya, The Dark Knight telah berhasil menciptakan paradigma baru dalam film superhero.

Apiknya Batman versi Nolan telah membuat para penonton kesulitan untuk move on. Mereka menjadikan Batman-nya Nolan sebagai tolak ukur bagi film-film Batman selanjutnya. Karenanya, tidak mengherankan jika Batman sempat vakum dari layar lebar semenjak trilogi Batman-nya Nolan berakhir tahun 2012. Sineas-sineas Hollywood tampaknya sangat berhati-hati dalam membuat film Batman berikutnya. Mereka harus berpikir keras agar film Batman berikutnya tidak melenceng jauh dari Batman-nya Nolan yang kadung dijadikan standar oleh para penggemarnya.

Awal Maret kemarin, Batman kembali hadir ke layar lebar dalam film Batman vs Superman. Melihat judulnya, kita bisa langsung menebak film ini akan menyajikan konflik horisontal antara Batman dan Superman—dua superhero komik DC yang paling banyak difilmkan. Konflik dasar itulah yang membuat film garapan sutradara Zack Snyder ini disambut dengan penuh antusias oleh para penggemarnya.

Meski terlihat cukup prospektif, film Batman vs Superman tidak akan mudah merebut hati penonton. Setidaknya ada dua tantangan yang harus dihadapi, yaitu:

(1) 
Karena melibatkan “Batman” di dalamnya, penonton akan selalu membanding-bandingkan sosok Batman di film “Batman vs Superman” dengan Batman versi Nolan. Para penonton tentu berekspektasi, Ben Affleck dapat membawakan sosok Batman dengan apik, seperti halnya Christian Bale. Belum lagi jika membandingkan plot yang dramatis ala Batman-nya Nolan. Batman vs Superman tentu tidak boleh terjebak dalam kemegahan CGI dan aksi “jeder…jeder” saja, tapi juga harus menyuguhkan scene-scene yang dramatis dan plot yang sulit ditebak.

(2)
Para penonton mungkin akan kesulitan memahami plot cerita di awal-awal film. Pertanyaan-pertanyaan seperti, bagaimana Superman bisa berkenalan dengan Batman, apa alasan keduanya berkonflik, dan siapa villain utama yang dihadapi, akan berputar-putar di otak penonton selama film tersebut ditayangkan. Hal ini tidak lain karena Batman vs Superman tidak membangun kontinuitas cerita melalui film-film sebelumnya. Film terakhir Batman (The Dark Knight Rises) maupun Superman (Man of Steel) bahkan tidak ada kaitannya sama sekali. Hal ini berbeda dengan film superhero adaptasi komik Marvel, yang telah membangun kontinuitas cerita secara paralel dari film-film superhero Marvel sebelumnya.

Dua hal itulah yang harus dijawab Zack Snyder dalam film Batman vs Superman. Kesuksesan film ini akan menjadi pondasi penting untuk prospek film-film superhero adaptasi komik DC selanjutnya, seperti Wonder Woman dan Justice League, yang akan dirilis tahun depan.

Tentu saja tulisan ini hanya sebatas penilaian subjektif semata. Saya tidak bermaksud mengatakan film Batman vs Superman itu buruk. Semuanya murni soal selera. Saya memiliki kriteria tertentu dalam menilai film superhero. Di sini, Saya hanya menggarisbawahi bahwa setiap film yang melibatkan Batman di dalamnya, akan selalu dibanding-bandingkan dengan trilogi Batman-nya Christopher Nolan. Para sineas Hollywood harus berhati-hati dalam menghadirkan sosok Batman karena penonton terlanjur menjadikan Batman versi Nolan sebagai tolak ukur film Batman berikutnya. Jika tidak, maka bersiaplah menerima kritikan pedas dari penonton yang belum bisa move on dari Batman-nya Nolan—termasuk saya.


NB:
Sementara orang-orang sibuk berjejalan di bioskop untuk mengantri tiket Batman vs Superman, saya lebih memilih bersabar menunggu film superhero yang lebih “humanis” seperti Batman-nya Nolan.

0 comments:

Post a Comment