Subscribe:

Labels

Friday 18 March 2016

TAKONO HANI: Mbahas Ujian Nasional



- 001 -

Korban_UN: “Tinggal beberapa minggu lagi ujian. Mbok aku dikasih motivasi gitu lah Bang. Rasanya kok keder juga walau sudah banyak latihan dan ikut try out.”

Bg_Hani: “Oh…sudah mau ujian to? Berarti sebentar lagi lulus dong.”

Korban_UN: “Iya, lulus—kalau ujiannya juga lulus, Bang.”

Bg_Hani: “Optimis saja. Kayaknya kamu phobia banget sama ujian?”

Korban_UN: “Ya iyalah, Bang. Mana ada murid yang nggak keder waktu mau ujian? Lagian gondok  juga Bang, tiap hari isinya latihan soal melulu.”

Bg_Hani: "Namanya juga mau ujian. Dulu aku juga begitu.”

Korban_UN: "Boleh diceritain, Bang, dulu kayak gimana?"

Bg_Hani: “Dulu, menjelang ujian, murid-murid pasti diminta mempeng belajar. Semuanya disuruh berlatih soal dengan porsi yang tidak wajar. Pagi-pagi sekali, sudah disuruh berangkat sekolah untuk les pagi. Sorenya, pergi ke bimbel untuk les lagi. Waktu bermain hampir tidak ada. Guru-guru bilang semua murid harus banyak berlatih soal supaya lulus. Waktu itu, aku berharap ada guru yang mau menyiapkan mental murid yang telranjur down melihat hasil tryout. Tapi sampai hari-H ujian, hal semacam itu tidak pernah terjadi. “Siraman rohani” yang diberikan tidak lebih dari kegiatan doa bersama dan ritus ibadah sunah yang akan segera ditinggalkan murid begitu ujian selesai.”

Korban_UN: “Wah….yang terjadi sekarang juga masih seperti itu, Bang.”

Bg_Hani: “Kadang aku kasihan sama kalian. Sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya cuma disuruh ikut ujian. Belasan tahun sekolah, ujung-ujungnya ditentukan dari 3 hari ujian.”

Korban_UN: “Maka dari itu, Bang? Siapa yang nggak keder tiap mau UN begini? Ini mah Ujian Nasional Nasib!”

Bg_Hani: “Ya, bagaimanapun kamu tinggal menjalaninya saja kan. Cepat atau lambat kamu tetap tidak bisa mengelak dari ujian.”

Korban_UN: “Itu sih jelas Bang. Yang lainnya apa lagi? Takutnya itu lho, Bang. Serba pesimis. Takut-takut kalau hasil ujian tidak memuaskan. Apalah saya ini, Bang, cuma pelajar cupu yang mengira bulan April sama kayak Halloween.”

Bg_Hani: “Kamu itu cuma kurang percaya diri saja. Kalau belajarmu sudah tekun, rutin latihan soal, ikut les/privat, banyak membaca, ikhlas berdoa, semua itu sudah cukup. Sampai di situ asal kamu menikmati prosesnya, maka tidak ada yang salah. Biasanya, yang jadi masalah itu “hutang materi di kelas sebelumnya.” Misalnya, dulu kamu kurang menguasai materi aljabar. Ada baiknya kamu fokus mempelajari materi itu dengan semua sumber daya yang kamu punya, entah buku, internet, teman, atau tanya langsung ke guru les.”

Korban_UN: “Kalau yang itu sudah, Bang.”

Bg_Hani: “Baguslah, anggap saja itu sudah separuh perjalanan. Kalau soal pesimisme, mungkin kamu perlu meng-upgrade cara berpikirmu menjadi lebih kekinian.”

Korban_UN: “Maksudnya Bang?”

Bg_Hani: “Di dunia ini kita bisa merugi karena tiga hal:
1) Terlalu sibuk mencemaskan masa depan yang belum terjadi;
2) Terlalu lama menyesali masa lalu yang tidak mungkin kembali; dan
3) Menyia-nyiakan penghidupannya hari ini.
Coba kamu pikirkan! Ketinggalan materi—itu masa lalu. Biarkan saja ia berlalu, jangan terlalu lama disesali. Yang bisa kamu lakukan HARI INI hanya meminimalisir ketertinggalan itu dengan mempelajari materi itu kembali. Sedangkan hasil ujian—itu perkara masa depan. Yang bisa kamu lakukan HARI INI adalah mempersiapkannya sebaik mungkin, dengan semua sumber daya yang kamu punya.
Kita hanya bisa mengontrol tindakan kita SAAT INI. Masa lalu dan masa depan berada di luar kontrol kita. Karena itu, kita malah akan ‘tertekan’ saat mencemaskan masa depan atau menyesali masa lalu—karena dua hal itu berada di luar kendali kita.”

Korban_UN: “Kuncinya, fokus pada yang dihadapi saat ini, ya Bang?”

Bg_Hani: “Ya. Untuk apa buang-buang waktu memikirkan hal-hal yang tidak jelas, tidak pasti, yang bahkan belum tentu terjadi?”

Korban_UN: “Oke, hadapi yang ada di depan mata, pikirkan hari ini, urusan masa depan dipikir belakangan. Pasrah saja. Begitu?”

Bg_Hani: “Hati-hati dengan kata PASRAH. Pasrah jangan kamu artikan bermalas-malasan, tanpa melakukan apa-apa. Pasrah harus didahului dengan UPAYA. Jika kamu pasrah sebelum berupaya, itu ‘bodoh’ namanya! Logikanya, mana yang lebih baik; belajar dulu sebelum ujian, kemudian pasrah apapun hasilnya nanti, atau malah pasrah duluan, tanpa belajar sama sekali?”

Korban_UN: “Ya jelas lebih baik yang belajar duluan, Bang.”

Bg_Hani: “Sampai sini sudah paham kan maksudku?”

Korban_UN: “Sudah, Bang. Aduh, makasih banget wejangan gratisnya. Kapan-kapan kalau teman saya ada masalah, saya ajak main ke sini deh, Bang?”

Bg_Hani: Anytime. Asal tidak minta yang aneh-aneh seperti minta cara cepat kaya, minta jodoh, apalagi minta bocoran nomor togel. Good luck ya buat ujiannya. Dan tolong, itu nickname-nya diganti. Masak terus-terusan jadi Korban_UN?”

Korban_UN: “Siplah, Bang!”



NB:
“TAKONO HANI” adalah rubrik semifiksi yang berisi tanya-jawab seputar masalah remaja. Rubrik ini sifatnya terbuka. Bagi siapapun yang ingin berkonsultasi seputar masalah remaja, langsung saja mengirimkan ‘pertanyaan’-nya via email: bennysapien@gmail.com
Pertanyaan terpilih akan saya posting di rubrik “TAKONO HANI” dengan privasi (semua nama tempat, nama orang, nama merk, akan disamarkan). GRATIS

3 comments:

adi laksono a said...

waah keren ini perbincanganya, ini bisa buat motivasi nih bagi yang mau ujian.

Hatake Niwa said...

Bang Adi juga barusan ujian ya?? good luck pokoke Bang

B O R D A M said...

Aku jadi termovivasi baca postingan ini. Kebeneran lagi was-was dan ketakutan mikirkan siapa yang akan jadi penguji di sidang seminar proposal nanti.

Post a Comment