Subscribe:

Labels

Wednesday 20 May 2015

"Ma, Apakah di Sana Ada Hantu?"

Seorang ibu bersama anaknya tengah berjalan puang menuju rumah. Keduanya harus melewati sebuah lorong yang oleh penduduk sekitar dipercayai berhantu. Hari telah menjelang malam. Jalanan begitu senyap. Hembusan angin menggoyang-goyang rerimbunan pohon bambu di kanan kiri jalan. Suara ‘uhu’ burung hantu dari kejauhan menambah ngeri suasana. Si Anak mulai gelisah.

“Ma, apakah di sana ada hantu?” Si Anak mulai bertanya.

“Ya, ada.”

“Hantu seperti apa, Ma?”

“Mama tak tahu pasti. Mungkin wanita berambut panjang dengan jubah putih kusam.” Ibunya menjawab meyakinkan.

“Lalu mengapa kita harus lewat sana?”

“Kita harus melewati lorong itu untuk pulang, Nak.”

“Bagaimana dengan hantunya? Hantu akan menggigitku.”

“Ya, hantu itu akan menggigitmu. Menggigit mama juga. Kau tahu, Nak. Mama juga takut. Tapi kau adalah LAKI-LAKI, Nak. Mama berharap kau akan melindungi Mama.”

Sejenak Si Anak tertegun. Langkahnya agak ragu. Dekapannya ke baju ibunya semakin erat.
Keduanya bergegas melewati lorong gelap itu. Setiap jejak langkah terasa begitu lambat. Lorong yang lembab dan pengap itu terasa begitu panjang. Cahaya lampu di ujung lorong serasa semakin menjauh.

“Bagaimana sekarang? Kau melihat hantunya?” tanya
Si Anak menggeleng.

“Kau tahu, Nak. Seringkali rasa takut hanyalah kebohongan pikiranmu. Tapi keberanian itu di sini. Jangan sampai ketakutanmu mengalahkan keberanianmu yang bersemayam di sini—di hatimu,” kata sang ibu sambil menunjuk dada Si Anak.

Anak kecil itu mengangguk. Tak ada lagi rasa takut.
Sesampainya di kamar ia segera membaringkan diri. Lampu-lampu kamar dimatikan. Gelap. Karena tempat yang gelap adalah pembaringan yang paling damai untuk terlelap.