Jika segala sesuatu yang terjadi
di dunia ini mutlak karena takdir, buat apa Tuhan menuntut kita untuk beramal?
Bisakah kita berhenti beramal kemudian setelah tabungan amal kita dirasa cukup
kita katakan: “Saya pasti ditakdirkan Tuhan untuk menjadi penghuni surga” (?)
Ah, bagi saya pribadi takdir
adalah rahasia-Nya. Tahu apa kita—makhluk yang sering lalai dan lupa—tentang
takdir? Karena ketidaktahuan manusia tentang takdir itulah yang mendorong
manusia untuk beramal, bekerja, mengupayakan perbaikan nasibnya. Poin
pentingnya di situ—ketidaktahuan yang menyemangati diri manusia untuk berbenah
dan selalu mempersiapkan diri.
Manusia tidak pernah tahu sampai
umur berapa dia hidup. Karena ketidaktahuan itulah dia mempersiapkan bekal
terbaik menjemput kematiannya. Manusia juga tidak tahu akan ke surga atau ke
nerakakah dia? Maka manusia beramal saleh agar mendapat tempat terbaik di
sisi-Nya. Manusia juga tidak tahu rezeki macam apakah yang akan ia dapatkan
hari ini? Karena itu ia berusaha menjemput rezeki dengan bekerja keras.
Bayangkan seandainya kau tahu
bahwa kau ditakdirkan akan menjadi orang kaya, apakah kau akan tetap bekerja
keras mencari uang, atau sebaliknya—duduk bermalas-malasan sambil menunggu
gepokan uang jatuh dari langit? Atau seandainya kau tahu bahwa kau dijamin
Tuhan masuk surga, apakah kau akan tetap giat beramal?
Ketidaktahuan manusia tentang
takdir itulah yang membuat manusia berusaha. Ketidaktahuan itu sendiri adalah
salah satu unsur seni kehidupan. Karena seandainya kehidupan ini seperti
matematika—serba pasti, maka tidak akan ada drama dalam kehidupan ini. Tidak
akan ada pengharapan. Tidak akan ada lagi usaha. Bahkan Tidak ada lagi doa-doa
yang teruntai ke langit. Manusia akan terjebak pada pemikiran sesat: “Ah, kerja nggak kerja takdir saya ya
segini-gini aja kok.”
0 comments:
Post a Comment