Suatu ketika pernah saya
menonton film dokumenter tentang daftar hewan-hewan paling mematikan di dunia.
Saya cukup terkejut karena di list nomor satu bercokol serangga kecil penghisap
darah—nyamuk. Ya, nyamuk adalah hewan paling mematikan di dunia.
Keberadaan nyamuk sebagai
hewan pembunuh manusia nomor satu tidak dikarenakan kemampuannya menghisap
darah. Justru keterlibatan nyamuksebagai vektor penyebar penyakitlah yang
membuat serangga ini menjelma menjadi begitu mematikan. Banyak penyakit yang
penyebarannya berasal dari nyamuk. Malaria, kaki gajah, sampai demam berdarah.
Saking kecilnya nyamuk membuat
hewan ini sering luput dari perhatian. Manusia seringkali abai terhadap ancaman
nyamuk. Semboyan 3M hanya menjadi pemanis sudut-sudut ruang rumah sakit dan
puskesmas. Barulah ketika ada warga yang positif terkena penyakit, masyarakat
di sekitarnya geger.
Hal ini pula yang terjadi pada
saya. Sejak kemarin Senin (11/5) saya merasa tidak enak badan. Awalnya seperti
meriang-meriang saja namun hari-hari berikutnya suhu tubuh saya naik. Setelah
dua kali menjalani pemeriksaan darah, saya didiagnosis mengalami gejala demam
berdarah. Meski baru gejala, saya merasa perlu menetapkan status AWAS untuk
mengantisipasi memburuknya kondisi tubuh saya. Maklum, paman saya juga baru
pulang dari rumah sakit karena demam berdarah.
Demam berdarah tergolong
penyakit yang gejalanya mirip dengan penyakit-penyakit lain seperti flu dan
tipus. Hasil tes darah saya, kadar trombosit saya mengalami penurunan dari
190.000 menjadi 179.000. Belum bisa dibilang parah namun sudah menunjukkan
gejala demam berdarah. Selain itu kadar hematokrit saya mengalami kenaikan dari
yang sebelumnya 38,9 menjadi 40. Setelah beberapa kali googling tentang
penyakit ini, dua indikator tersebut biasa dipakai untuk mengenali gejala demam
berdarah. Jadi saya mengamini apa yang dokter sampaikan.
Selama ini saya sering
meremehkan demam berdarah. Saya merasa baik-baik saja selama tetangga kanan
kiri tidak ada yang terjangkit. Tapi begitu saya merasakannya sendiri, saya
berharap tidak ada satupun tetangga saya yang tertular—lebih-lebih keluarga
saya. Ada tiga teman saya yang pernah mengalami demam berdarah. Yang paling
saya ingat adalah teman SMP saya yang sakit demam berdarah hingga harus opname
di rumah sakit. Kadar trombositnya menyusut hingga konon katanya badannya
terasa sangat lemas.
Di satu sisi saya pantas
bersyukur karena penurunan trombosit saya tidak berubah drastis dalam waktu
singkat. Dalam kondisi demam yang belum juga pulih sejak hari senin kemarin,
saya masih cukup bugar untuk beraktivitas. Hanya pada sore-malam hari, suhu
tubuh saya naik. Selalu begitu. Satu hal yang mengkhawatirkan saya adalah
kenyataan bahwa demam berdarah sering hilang timbul. Sampai saya membuat
tulisan ini, saya masih dalam masa karantina untuk rutin cek up ke dokter,
memastikan kondisi saya baik-baik saja. Termasuk melakukan cek darah rutin
untuk melihat apakah trombosit saya sudah normal kembali atau semakin menurun.
Harapan saya, semoga penyakit
ini tidak separah demam berdarah yang menimpa teman atau paman saya. Ada banyak
tugas yang harus saya selesaikan minggu-minggu ini. Aamiin.
* Untuk ibu saya, terima kasih
sudah berkenan menanggung biaya pengobatan dan transportasinya. Maaf merepotkan
J