Subscribe:

Labels

Sunday 17 May 2015

Pengalaman Pertama Demam Berdarah

Suatu ketika pernah saya menonton film dokumenter tentang daftar hewan-hewan paling mematikan di dunia. Saya cukup terkejut karena di list nomor satu bercokol serangga kecil penghisap darah—nyamuk. Ya, nyamuk adalah hewan paling mematikan di dunia.

Keberadaan nyamuk sebagai hewan pembunuh manusia nomor satu tidak dikarenakan kemampuannya menghisap darah. Justru keterlibatan nyamuksebagai vektor penyebar penyakitlah yang membuat serangga ini menjelma menjadi begitu mematikan. Banyak penyakit yang penyebarannya berasal dari nyamuk. Malaria, kaki gajah, sampai demam berdarah.

Saking kecilnya nyamuk membuat hewan ini sering luput dari perhatian. Manusia seringkali abai terhadap ancaman nyamuk. Semboyan 3M hanya menjadi pemanis sudut-sudut ruang rumah sakit dan puskesmas. Barulah ketika ada warga yang positif terkena penyakit, masyarakat di sekitarnya geger.

Hal ini pula yang terjadi pada saya. Sejak kemarin Senin (11/5) saya merasa tidak enak badan. Awalnya seperti meriang-meriang saja namun hari-hari berikutnya suhu tubuh saya naik. Setelah dua kali menjalani pemeriksaan darah, saya didiagnosis mengalami gejala demam berdarah. Meski baru gejala, saya merasa perlu menetapkan status AWAS untuk mengantisipasi memburuknya kondisi tubuh saya. Maklum, paman saya juga baru pulang dari rumah sakit karena demam berdarah.

Demam berdarah tergolong penyakit yang gejalanya mirip dengan penyakit-penyakit lain seperti flu dan tipus. Hasil tes darah saya, kadar trombosit saya mengalami penurunan dari 190.000 menjadi 179.000. Belum bisa dibilang parah namun sudah menunjukkan gejala demam berdarah. Selain itu kadar hematokrit saya mengalami kenaikan dari yang sebelumnya 38,9 menjadi 40. Setelah beberapa kali googling tentang penyakit ini, dua indikator tersebut biasa dipakai untuk mengenali gejala demam berdarah. Jadi saya mengamini apa yang dokter sampaikan.

Selama ini saya sering meremehkan demam berdarah. Saya merasa baik-baik saja selama tetangga kanan kiri tidak ada yang terjangkit. Tapi begitu saya merasakannya sendiri, saya berharap tidak ada satupun tetangga saya yang tertular—lebih-lebih keluarga saya. Ada tiga teman saya yang pernah mengalami demam berdarah. Yang paling saya ingat adalah teman SMP saya yang sakit demam berdarah hingga harus opname di rumah sakit. Kadar trombositnya menyusut hingga konon katanya badannya terasa sangat lemas.

Di satu sisi saya pantas bersyukur karena penurunan trombosit saya tidak berubah drastis dalam waktu singkat. Dalam kondisi demam yang belum juga pulih sejak hari senin kemarin, saya masih cukup bugar untuk beraktivitas. Hanya pada sore-malam hari, suhu tubuh saya naik. Selalu begitu. Satu hal yang mengkhawatirkan saya adalah kenyataan bahwa demam berdarah sering hilang timbul. Sampai saya membuat tulisan ini, saya masih dalam masa karantina untuk rutin cek up ke dokter, memastikan kondisi saya baik-baik saja. Termasuk melakukan cek darah rutin untuk melihat apakah trombosit saya sudah normal kembali atau semakin menurun.

Harapan saya, semoga penyakit ini tidak separah demam berdarah yang menimpa teman atau paman saya. Ada banyak tugas yang harus saya selesaikan minggu-minggu ini. Aamiin.


* Untuk ibu saya, terima kasih sudah berkenan menanggung biaya pengobatan dan transportasinya. Maaf merepotkan J