Subscribe:

Labels

Thursday 30 January 2014

Antara Tuhan, Neraka, dan Keadilan

Dalam film-film action kita sering mendengar dialog tokoh antagonis (kira-kira begini) “Akan segera kukirim kau ke neraka!” Yeah! Bug! Bletakk!!! Adu jotos pun terjadi. Bisa ditebak tokoh utamanyalah yang menang. Lantas siapa yang akhirnya mampir ke neraka? Entah. Kecuali filmnya berjudul “Siksa Kubur”, tentu sudah tamat duluan ketika pemeran jahatnya koit atau masuk bui.

Pertanyaannya apa kita betul-betul percaya bahwa neraka itu ada? Boro-boro berkunjung ke sana, melihatnya pun belum pernah. Paling-paling neraka diasosiasikan sebagai tempat yang serba api, membara, dan penuh sesak dengan setan-setan bertanduk bermata merah. di tempat itulah manusia-manusia yang durhaka mendapat hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya semasa hidup. Ada yang disiram dengan air mendidih hingga melepuh, ada yang mengenakan baju berbahan aspal, ada pula yang menenggak air bercampur nanah.

Lho, kok bisa tahu keadaan neraka? Situ ahli neraka ya? Demikianlah yang sering termaktub dalam kitab suci. Bagi yang mempercayainya, tentu saja neraka terlihat sangat nyata. Namun bagaimana dengan yang tidak? Bagaimana dengan mereka yang bahkan tidak pernah tahu apa nama kitab sucinya?

Manusia abad modern terlalu bebal untuk bergidik ngeri ketika mendengar ancaman siksa neraka. Tidak sedikit yang berpikir neraka hanya bualan, sekedar dongeng untuk menakut-nakuti orang. Kalau pun neraka itu ada, mana buktinya? Seandainya neraka itu ada, bukankah itu justru mengesankan bahwa Tuhan suka menyiksa? Kenapa Tuhan begitu keamnya pada manusia? Subhanallah...

Tidak mudah memang, menghadapi pemikiran manusia yang kian sekuler yang memisahkan urusan dunia dengan urusan transedental yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan. Baiknya kita gunakan analogi sederhana saja.

Di dunia ini ada orang-orang baik dan orang-orang jahat. Semua orang waras tentu akan lebih menyukai dunia ini dipenuhi oleh orang-orang baik sehingga hidup ini akan menjadi tenteram dan diliput bahagia. Namun nyatanya, ada saja orang jahat yang sering berulah. Merampok, menganiaya, melakukan kerusakan-kerusakan di muka bumi hingga merugikan orang lain. Dalam kondisi ini, bukankah pantas orang jahat mendapat hukuman? Entah itu hukuman penjara atau sekalian hukuman mati. Dor! Satu penjahat mati. Namun kehidupan masih terus melahirkan kejahatan dan kekerasan. Seakan-akan hukum ciptaan manusia tidak cukup untuk melindungi orang-orang baik dari ancaman orang-orang jahat.

Namun seringkali hidup ini tidak sesederhana melenyapkan orang jahat dan melindungi orang baik. Seringkali ada ketidakadilan dan kejahatan yang tak terungkap yang mengakibatkan derita berkepanjangan. Karena itulah, hanya Tuhan yang memiliki hak veto untuk memberi balasan atas setiap amal perbuatan manusia selama hidup di dunia.

Keberadaan neraka bukanlah sebuah tempat fiktif hasil rekaan sutradara keblenger. Neraka adalah sebuah keniscayaan yang wajib diyakini. Neraka bukanlah bukti bahwa Tuhan sedang berlaku kejam pada manusia. Justru manusialah yang terus-menerus menyiksa diri dan batinnya dengan perbuatan dosa. Manusia sendirilah yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya hingga merugikan orang lain. Sungguh, manusia sendirilah yang menganiaya dirinya sendiri, entah dengan menenggak alkohol, bermain judi, berzina, atau melakukan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.

Lantas, pantaskah orang-orang yang selalu berbuat kerusakan itu ditempatkan di tempat yang mulia di sisi-Nya? Pantaskah seorang laki-laki pezina yang dirutuk banyak manusia berseru lantang pada Tuhannya minta ditempatkan di surga? Anak kecil pun tahu itu tidak pantas.

Demikianlah Tuhan menciptakan neraka bukan sebagai sebuah bentuk kekejamannya. Tuhan menciptakan neraka sebagai sebuah bentuk keadilan-Nya bagi umat manusia. Berbuat baik dibalas surga, berbuat jahat dibalas neraka. Sederhana dan sangat adil bukan? Jadi, tak perlu risau Tuhan akan disuap. Bahkan seandainya Tuhan disuap dengan emas sepenuh bumi pun Dia takkan mau. “Wani piro???”