Subscribe:

Labels

Wednesday 29 January 2014

JODOH di Otak Mahasiswa Semester Akhir

Selaku mahasiswa semester akhir, saya rasa topik tentang “JODOH” merupakan salah satu topik yang cukup sensitif. Saya belum menikah (di KTP masih belum kawin), dan sejauh ini belum memahami betul tentang konsep jodoh. Jadi daripada nanti dikira sok tahu, saya akan menyitir nasihat seorang bijak saja dalam urusan ini.

Orang bijak tersebut mengungkapkan bahwa dalam urusan jodoh, RESTU ORANGTUA adalah salah satu kunci pokok yang akan mendukung langgengnya hubungan selanjutnya. Secara logika saya yang awam, jelas saja restu orangtua sangat berpengaruh. Bayangkan, betapa indahnya bila kita mendapati jodoh kita sebagai sosok yang disayang orangtua kita. Urusan-urusan rumah tangga ke depan sangat mungkin lebih lancar karena hubungan pernikahan sejak awal telah mendapat restu dan dukungan penuh orangtua.

Namun bagaimana dengan mereka yang ngotot dengan pilihannya? Boleh jadi, si anak merasa bahwa pilihannya yang paling tepat. Alasannya karena sudah pacaran sekian tahun lamanya. Sudah saling mengenal luar daleman segala (ihh). Si anak mati-matian meyakinkan kedua emak-babe-nya untuk merestuin hubungan si anak dengan jodoh pilihannya itu. Entah bagaimana, si orangtua tetap keukeuh mengatakan tidak. “Pokoke, aku ora ngrestoni koe rabi karo bocah kae!”

Galau? Jelaslah. Nyeseknya lagi kalau di balik penolakan itu, diam-diam orangtua telah memilihkan jodoh untuk si anak yang dirasa lebih cocok dan tepat sesuai bibit, bebet, dan bobotnya. Emangnya ini jaman Londo apa? Masih main jodoh-jodohan segala! Sekarang jaman demokrasi Mak. Saya bebas bergaul dengan siapa saja, dan saya bebas menentukan pilihan terbaik bagi hidup saya (kata si anak berapi-api).

Well, saya tidak tahu kelanjutan nasib mereka yang mengalami kasus seperti ini. Bisa saja si anak memaksa orangtuanya untuk merestui pilihannya (sambil berderai-derai air mata tentunya). Bisa juga pihak orangtua memaksa si anak untuk menerima jodoh pilihan mereka. Tapi di jaman serba bebas seperti sekarang, asumsi pertamalah yang lebih mungkin terjadi. Pengecualian kalau kalian adalah anakr raja atau bagian dari keluarga kerajaan yang masih sangat mungkin urusan jodoh-perjodohan diatur/dikonspirasikan (piss).

And then, what’s wrong with it? Sebagaimana nasihat orang bijak di awal tulisan ini, saya rasa sudah saatnya kalau memang kalian mau serius memikirkan jodoh, maka kalian pun harus siap mencari jodoh yang sekiranya bisa membuat melting orangtua kalian. Nggak bisa asal comot. Orangtua selalu membuat standar penilaian (idealisme) tertentu soal jodoh. Tugas kalian adalah mencoba mengorek informasi dari orangtua kalian. Mengajak orangtua mengobrol santai soal jodoh lebih berguna daripada curhat pada teman satu kos (yang boleh jadi endingnya malah gosipin cowok sebelah).

So, inilah pilihan kalian. Mau tak mau, kalian harus menerima kenyataan ini dan menyikapinya sebijak dan searif mungkin. Semoga kalian segera dipertemukan dengan jodoh pilihan hati yang direstui orangtua, dilegalkan negara, dihalalkan agama, dan kelak menjadi pendamping kalian kala menapak surga-Nya. Aamiin.


Salam,

CMIIW