Subscribe:

Labels

Sunday 28 February 2016

Kesabaran Menghadapi Anak Kecil


Hanya karena menumpahkan susu, seorang balita di Jakarta tewas dianiaya pengasuhnya sendiri. Si balita sempat 8 hari dirawat di rumah sakit sampai akhirnya nyawanya tidak tertolong.

Duh Gusti…

Saya tidak sampai hati melihat beritanya. Saya beringsut meninggalkan televisi dan memilih menuliskannya di sini. Saya tidak habis pikir kok ada ya manusia sesadis itu—tega membantai balita umur 2 tahun tanpa belas kasihan. Entah rasa kesal macam apa yang membuat pelakunya kalap.

Bayangkan, balita malang itu baru berumur 2 tahun! Masih lucu-lucunya, masih imut-imutnya. Kemudian, hanya karena salah menumpahkan susu, balita malang itu dihajar pengasuhnya sampai meregang nyawa.

Menghadapi anak kecil memang tidak pernah mudah. Kita harus telaten dan super sabar menghadapi segala perilaku dan permintaannya yang bagi orang dewasa dianggap absurd. Saya pun sering dibuat kesal oleh anak kecil (di bawah 6 tahun), entah karena berak sembarangan, ngompol, nangis nggak berhenti-berhenti, lapar, sampai “dipaksa” menemani bermain sampai puas.

Yang menjengkelkan dari anak kecil adalah “kecenderungan primitifnya” yaitu menangis keras-keras saat kemauannya tidak dituruti. Perilaku semacam ini sudah muncul sejak bayi, dan biasanya akan menghilang ketika rasa kemandiriannya tumbuh. Terkadang, kemauan si anak tidak bisa dipenuhi saat itu juga. Anak itu pun rewel dan menangis keras-keras. Saat itulah, kesabaran pengasuh (orangtua) akan diuji. Jika pengasuhnya tergolong temperamental, si anak bisa dibentak habis-habisan sampai tangisnya mereda. Lebih parah lagi si anak bisa “dihajar’ dalam artian sebenarnya.

Pada kasus balita 2 tahun di atas, pengasuhnya bukan orangtua kandung si anak. Kekesalan yang dirasakan tentu berbeda dengan kekesalan orangtua pada anak kandungnya. Ironisnya, kekesalan itu justru dilampiaskan dengan cara menganiaya si anak.

Jika kalian berminat menjadi pengasuh, guru TK, atau kebetulan diminta menjaga anak tetangga, atau sudah menjadi orangtua, maka ber-SABAR-lah menghadapi polah absurd anak kecil. Kita semua tahu, anak kecil bisa jadi sangat merepotkan. Karena itu, menghadapi anak kecil harus telaten—tidak semudah memberinya permen atau sekedar memenuhi semua keinginannya.

Saya sering menjumpai tipe-tipe orangtua yang tidak sabaran menghadapi kelakuan anaknya. Orangtua semacam ini suka sekali memberikan larangan kepada anaknya tanpa penjelasan yang jelas. Pokoknya tidak boleh ini, tidak boleh itu, jangan begini, jangan begitu. Padahal sebenarnya anak-anak hanya ingin memenuhi rasa ingin tahunya. Mereka ingin mengenal dunia di sekitarnya. Tugas orangtua adalah mengarahkan agar rasa ingin tahu anak berada pada tempatnya, pada hal-hal yang positif.


Anak kecil adalah mesin fotocopy paling canggih. Dalam masa pertumbuhannya, anak kecil suka meniru hal-hal yang ada di sekitarnya. Mereka menggunakan inderanya untuk belajar. Jika kita mendidiknya dengan kasih sayang, mereka akan belajar mengasihi orang lain. Jika kita mendidiknya dengan kebencian, mereka akan belajar membenci orang lain. Jika kita mendidiknya dengan kejujuran, mereka akan belajar untuk tidak berbohong. Jika kita mendidiknya dengan penuh caci maki, mereka akan belajar mencaci orang lain. Karena anak kecil ibarat kertas kosong yang siap mencatat apapun perlakuan yang diterima dari lingkungannya.

3 comments:

Niki s said...

Ya ampun tega banget tuh pengasuhnya
Cuma numpain susu doang sampe segitunya

adi laksono a said...

itu pas kemarin aku juga liat beritanya, gila emang anak kecil di gituin cuma gegara hal sepele.
parah,
anak segitu lagi lucu lucunya ngegemesin, lha ini... duuh orang macam apa yang tega.

Hatake Niwa said...

iya Bang, fix tega tenan. makanya nggak tega nerusin nonton liputannya.
sejengkel2nya sama anak kecil paling cuma maen cubit (tapi nggak keras). kalau udah gedean, anak kecil bisa meniru perlakuan kasar yang pernah diterima pas masih bocah dulu. repotnya di situ

Post a Comment