“Hanya karena menumpahkan susu, seorang balita di Jakarta tewas dianiaya
pengasuhnya sendiri. Si balita sempat 8 hari dirawat di rumah sakit sampai
akhirnya nyawanya tidak tertolong.”
Duh Gusti…
Saya tidak sampai
hati melihat beritanya. Saya beringsut meninggalkan televisi dan memilih menuliskannya
di sini. Saya tidak habis pikir kok ada
ya manusia sesadis itu—tega membantai balita umur 2 tahun tanpa belas kasihan. Entah
rasa kesal macam apa yang membuat pelakunya kalap.
Bayangkan, balita malang
itu baru berumur 2 tahun! Masih lucu-lucunya, masih imut-imutnya. Kemudian, hanya
karena salah menumpahkan susu, balita malang itu dihajar pengasuhnya sampai meregang
nyawa.
Menghadapi anak kecil
memang tidak pernah mudah. Kita harus telaten dan super sabar menghadapi segala
perilaku dan permintaannya yang bagi orang dewasa dianggap absurd. Saya pun sering dibuat kesal oleh anak kecil (di bawah 6
tahun), entah karena berak sembarangan, ngompol, nangis nggak berhenti-berhenti, lapar, sampai “dipaksa” menemani bermain sampai
puas.
Yang menjengkelkan
dari anak kecil adalah “kecenderungan primitifnya” yaitu menangis keras-keras saat
kemauannya tidak dituruti. Perilaku semacam ini sudah muncul sejak bayi, dan
biasanya akan menghilang ketika rasa kemandiriannya tumbuh. Terkadang, kemauan si
anak tidak bisa dipenuhi saat itu juga. Anak itu pun rewel dan menangis
keras-keras. Saat itulah, kesabaran pengasuh (orangtua) akan diuji. Jika pengasuhnya
tergolong temperamental, si anak bisa dibentak habis-habisan sampai tangisnya
mereda. Lebih parah lagi si anak bisa “dihajar’ dalam artian sebenarnya.
Pada kasus balita 2
tahun di atas, pengasuhnya bukan orangtua kandung si anak. Kekesalan yang
dirasakan tentu berbeda dengan kekesalan orangtua pada anak kandungnya. Ironisnya,
kekesalan itu justru dilampiaskan dengan cara menganiaya si anak.
Jika kalian berminat
menjadi pengasuh, guru TK, atau kebetulan diminta menjaga anak tetangga, atau sudah
menjadi orangtua, maka ber-SABAR-lah
menghadapi polah absurd anak kecil. Kita
semua tahu, anak kecil bisa jadi sangat merepotkan. Karena itu, menghadapi anak
kecil harus telaten—tidak semudah memberinya permen atau sekedar memenuhi semua
keinginannya.
Saya sering menjumpai tipe-tipe orangtua yang tidak
sabaran menghadapi kelakuan anaknya. Orangtua semacam ini suka sekali
memberikan larangan kepada anaknya tanpa penjelasan yang jelas. Pokoknya tidak
boleh ini, tidak boleh itu, jangan begini, jangan begitu. Padahal sebenarnya anak-anak
hanya ingin memenuhi rasa ingin tahunya. Mereka ingin mengenal dunia di
sekitarnya. Tugas orangtua adalah mengarahkan agar rasa ingin tahu anak berada
pada tempatnya, pada hal-hal yang positif.
Anak kecil adalah mesin fotocopy paling canggih. Dalam masa pertumbuhannya, anak kecil suka
meniru hal-hal yang ada di sekitarnya. Mereka menggunakan inderanya untuk
belajar. Jika kita mendidiknya dengan kasih sayang, mereka akan belajar
mengasihi orang lain. Jika kita mendidiknya dengan kebencian, mereka akan
belajar membenci orang lain. Jika kita mendidiknya dengan kejujuran, mereka
akan belajar untuk tidak berbohong. Jika kita mendidiknya dengan penuh caci
maki, mereka akan belajar mencaci orang lain. Karena anak kecil ibarat kertas
kosong yang siap mencatat apapun perlakuan yang diterima dari lingkungannya.
3 comments:
Ya ampun tega banget tuh pengasuhnya
Cuma numpain susu doang sampe segitunya
itu pas kemarin aku juga liat beritanya, gila emang anak kecil di gituin cuma gegara hal sepele.
parah,
anak segitu lagi lucu lucunya ngegemesin, lha ini... duuh orang macam apa yang tega.
iya Bang, fix tega tenan. makanya nggak tega nerusin nonton liputannya.
sejengkel2nya sama anak kecil paling cuma maen cubit (tapi nggak keras). kalau udah gedean, anak kecil bisa meniru perlakuan kasar yang pernah diterima pas masih bocah dulu. repotnya di situ
Post a Comment