“Seringkali
kerikil-kerikil kecil bisa lebih berbahaya
daripada sebongkah batu besar di tengah
jalan ”
(anonim)
*Sebelumnya, demi kenyamanan
semua orang, mohon tidak membaca
postingan ini jika kalian sedang makan atau mempunyai gangguan pencernaan.
. . .
Pertama kali saya berkenalan
dengan kloset jenis urinoir adalah ketika berkunjung ke sebuah bioskop XXI di
kota saya. Saat itu, saya merasa kebelet dan harus ke toilet. Di dalam toilet, saya melihat urinoir yang berjejeran menempel di dinding. Berhubung saya bukan tipe orang yang suka mencoba benda asing tanpa memiliki informasi apapun tentangnya, saya hanya melihat urinoir-urinoir itu. Sementara untuk buang air, saya lebih memilih
memakai kloset duduk yang ada di sebelah urinoir.
Sejauh ini saya mengenal
beberapa jenis kloset. Untuk pemakaian sehari-hari, saya masih memakai kloset
jongkok. Saya paling afdhal memakai kloset
jenis ini karena proses “pembuangan” dan “pembersihan” (maaf, cebok) bisa dilakukan secara leluasa dengan jumlah air yang memadai. Tidak heran jika kloset jenis ini paling
digemari warga sekitar rumah saya.
Saat SD dulu, sekolah
saya memakai kloset “leher angsa.” Kloset jenis ini tidak jauh beda dengan kloset
jongkok biasa. Hanya bedanya, lubang pembuangan kloset ini lebih dalam—mirip dengan
leher angsa. Boleh jadi karena itulah, kloset ini dinamakan kloset
“leher angsa.”
Selain dua jenis kloset di
atas, ada juga jenis kloset “cemplung ”
yang dulu biasa dipakai oleh warga perkampungan pinggir sungai. Kloset jenis
ini terkenal paling jorok karena memakai sistem pembuangan langsung ke
aliran sungai (percayalah, saya tidak pernah memakainya). Konon, kloset ini
menghasilkan bunyi “plung…plung…plung ”
yang khas ketika dipakai. Boleh jadi karena itulah kloset ini dinamakan kloset cemplung.
Beralih ke peradaban modern,
saya mengenal kloset duduk. Kloset jenis ini efektif menghindarkan pemakainya
dari sensasi kesemutan—seperti yang biasa dialami “penggemar fanatik” kloset jongkok. Hanya
sayangnya, pemakaian kloset duduk sering merepotkan jika tidak dilengkapi air
guyuran, atau ketika tombol flush-nya tidak berfungsi. Walaupun tersedia tisu
untuk pembersihan, tidak semua orang (termasuk saya) yang afdhal memakainya. Selain itu, dudukan di toilet ini kerap luput
dibersihkan meski sering terciprat air kencing. Karena alasan itulah, saya
sering kikuk ketika harus memakai kloset duduk.
Dari berbagai jenis kloset yang saya kenal, urinoir adalah jenis
kloset yang paling praktis dan mudah dipakai. Biasanya, urinoir dilengkapi
dengan sensor suhu dan sistem guyuran otomatis. Si pemakai cukup buang air
kecil di sana, “krucukk…krucuk…” sebentar—dan
air guyuran akan keluar secara otomatis setelah urinoir ditinggal pergi—praktis
sekali. Tapi, di sinilah letak masalahnya.
Urinoir (yang konon
merupakan buah peradaban modern) tidak
menyediakan fasilitas cebok. Padahal, cebok merupakan salah satu elemen penting
dalam “ritual” buang air (baik kecil, sedang, maupun besar sekali). Para ahli medis
pun sepakat bahwa kita harus cebok setiap kali selesai buang air demi menjaga
kebersihan dan kesehatan organ genital. Parahnya, air guyuran dari
urinoir tidak mencukupi untuk keperluan cebok. Boleh jadi urinoir memang didesain untuk orang-orang yang sudah nggak tahan lagi, terdesak kebelet, dan berpikir cebok itu tidak
penting.
Masalah lainnya, urinoir
mengharuskan kita mendekatkan celana ke bibir urinoir agar urin tidak tercecer ke lantai. Kita juga harus mendekatkan celana jika tidak ingin mengalami insiden "ter-intip” seperti yang biasa
terjadi di toilet cowok. Nah, pada saat mendekatkan celana itulah, ada sekian tetes urin yang menciprat ke
celana kita !!!
Bagi yang berpikir cebok itu tidak
penting, masalah ini mungkin terlihat sepele. Tapi bagi kalian yang muslim—yang
merasa punya kewajiban untuk menjaga kebersihan diri sebelum beribadah—hal sepele
ini harus tetap diperhatikan. Kenapa?
Kita tahu, urinoir tidak
hanya meniadakan fitur cebok, tapi juga meninggalkan cipratan urin yang bisa
mengurangi kesempurnaan thaharah (kegiatan
mensucikan diri) sebelum ibadah. Karena itu, untuk menghindari “jebakan setan”
di urinoir, lebih baik gunakan kloset duduk atau kloset jongkok saja. Gunakan urinoir saat kepepet saja, misalnya saat sudah nggak tahan lagi atau saat antrian kloset
konvensional terlalu lama.
“Kalau di tempat itu cuma
ada urinoir gimana dong ?”
Nah, itu juga repot. Ada
seorang blogger yang pernah memberi tips mengatasi masalah ini,
yaitu dengan memanfaatkan botol air mineral. Caranya, sebelum “setor” pipis ke urinoir, terlebih dahulu isi
botol itu dengan air dari wastafel. Gunakan air di dalam botol untuk keperluan
cebok di depan urinoir. Jadi, jangan berpikir botol ini akan dipakai untuk nampung urin seperti pispot, lho ya.
Sayangnya, trik ini hanya
bisa digunakan ketika suasana toilet sepi. Kalian tentu tidak mau ambil resiko
dicap “udik ” jika ketahuan cebok di
depan urinoir—lebih-lebih pakai botol air mineral!
*
* *
Kesimpulannya, daripada kita
repot tidak bisa cebok, lebih baik hindari penggunaan urinoir, kecuali terpaksa
saja. Selalu prioritaskan kloset konvensional, baik yang jongkok maupun yang duduk, karena pemakaiannya
jauh lebih afdhal—meski untuk itu kita
harus sabar mengantri atau merogoh kocek.
Jika kita baru pertama kali
memasuki sebuah gedung, hal pertama yang harus kita lakukan adalah menanyakan
letak toilet. Ini penting untuk mengantisipasi kondisi darurat saat kita kebelet
atau sudah nggak tahan lagi. Lagipula,
kita perlu tahu jenis kloset yang dipakai di gedung itu agar kita bisa
menyiapkan trik untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul, seperti tidak
adanya air guyuran, tisu habis, tombol flush
rusak, dan “jebakan setan” di urinoir.
4 comments:
ngohahahaha... ane juga pernah make tuh kloset urinoir di salah satu mall di makassar, kebetulan kan lagi jalan-jalan trus kebelet, yaudah deh masuk ke toilet kebetulan klosetnya urinoir semua, dan ada 1 orang juga yang lagi kencing disitu, yaudah ane pake kloset yang paling ujung, pas selesai kencing kan klosetnya ada tombol flushnya tuh diatasnya yaudah ane pencet keluar airnya, sesudah itu ane bingung "INI CEBOKNYA GIMANA ???". yaudah daripada kagak cebok ane pencet-pencetin dah tuh tombol flusnya trus tangan kiri ane, ane tempelin ke tempat airnya keluar, kemudian ane pake cebok. nggak tau jugalah orang yang tadi ngeliatin ane apa kagak, yang penting ane bisa cebok..
@izhar:
kalau kepepet memang bisa begitu. nice tips. pastikan aja tidak ada yang mengintip, bisa malu berganda nanti
Nggak pernah make closet yang macem2. Masih nyamanan kencing di toilet biasa dan dibelakang pohon aja kalo saya mah. Buahahaha
Pernah suatu ketika kebelet pub disebuah gedung yang nggak nyediain air untuk cebok. hanya tisu aja.
Ngliat itu aja, udah nggak pengen pub kok..
Muahahaha
owalah..tak kira masih pake batu buat ganjel lubang pusar biar rasa yang tak tertahankan itu hilang.
mungkin di daerah situ mahal air Bang Azka. harap maklum cuma bisa kasih tisu (yang lebih murah daripada air mineral)
Post a Comment