Subscribe:

Labels

Saturday 6 June 2015

Menjadi Pribadi yang Berjasa

Orang tak akan peduli siapa dirimu. Orang hanya akan mengingat jasa-jasamu.
Hatake Niwa

Suatu hari Anda tengah menunggui anak Anda menjalani operasi kanker. Biaya operasi membengkak karena kanker anak Anda cukup parah. Saat itu Anda tidak punya cukup uang untuk biaya operasi dan pengobatan selanjutnya. Anda sudah tak bisa mencari pinjaman lagi karena Anda sedang di negeri orangtidak ada sanak famili terdekat di sana. Di tengah kondisi terjepit, datanglah seorang dermawan dari antah berantah yang membantu melunasi biaya pengobatan operasi anak Anda. Anda merasa begitu berterimakasih dan berhutang budi pada dermawan tersebut.

Sebagai manusia, Anda akan selalu teringat jasa baik dermawan itu. Meski 30 tahun kemudian muka sang dermawan mulai keruput dan uban membuatnya tak lagi dikenal, Anda akan selalu mengingat bahwa satu hari Anda pernah dibantu seseorang yang melunasi biaya operasi anak Anda. Sepikun apapun Anda, jasa baik orang itu akan selalu membekas. Boleh jadi kita lupa nama-nya, tapi yakinlah jasa-jasa itu akan sulit dilupakan.

Seperti yang saya utarakan di baris pembuka tulisan ini, pada dasarnya orang akan lebih mudah mengingat jasa-jasa dan budi baik seseorang daripada ‘identitas diri’ seperti nama atau wajah. Ketika Anda ditanya siapa itu Soekarno, Anda tahu: “Oh, dia proklamator kemerdekaan Indonesia. Ketika ditanya siapa itu Thomas Alfa Edisson, Anda teringat: “Oh, dia si penemu lampu pijar.” Pun ketika Anda ditanya siapa itu Abdul Syukur? Anda teringat berita di koran: “Oh, dia tukang becak baik hati yang rajin menutup lubang-lubang di jalanan kota Surabaya tanpa bayaran.

Kebanyakan mereka yang banyak jasa lebih mudah menjadi terkenal. Tapi sulit mencari tahu hubungan orang banyak jasa dengan niatan untuk menjadi orang terkenal. Apakah James Watt bersusah payah membuat mesin uap agar dirinya dicatat di buku sejarah? Boleh jadi tidak. Apakah Bill Gates membuat Microsoft hanya untuk membuatnya terkenal? Kalau jawabannya untuk mencari uang mungkin bisa dimengerti. Yang jelas jika orang-orang besar seperti James Watt dan Bill Gates hanya mengejar status ‘artis’, saya rasa karya-karya mereka akan terhenti sesaat setelah media ramai-ramai meliputnya. Semuanya tidak lebih dari sekedar—pencitraan.

Saya sering bingung ketika ada pihak yang mempermasalahkan pemberian gelar pahlawan. Padahal kebanyakan yang mau diberi gelar sudah wafat duluan. Kalaupun masih ada satu dua yang hidup, mereka tidak akan menuntut macam-macam. Ikhlas—tanpa pamrih. Etos pahlawan seperti inilah yang patut diteladani generasi sekarang. Berkarya dengan penuh keikhlasan demi kebaikan sesama. Bukan sebaliknya, berkarya hanya demi status pencitraan. Mereka mendedikasikan karya-karyanya semata sebagai bentuk pengabdiannya kepada Tuhan demi kebaikan sesamanya.

0 comments:

Post a Comment