“Sungguh merugi orang yang menyesali masa lalunya yang tidak mungkin kembali dan mengkhawatirkan masa depan yang belum terjadi, hingga ia menyia-nyiakan
penghidupannya hari ini.”
(Hatake Niwa)
Memilih
jurusan kuliah bukanlah perkara sepele. Betapa banyak mahasiswa yang setelah
diterima di perguruan tinggi malah kecele—menyadari
dirinya telah salah memilih jurusan. Akibatnya para mahasiswa yang salah
jurusan menjadi kumpulan pesakitan di kampus. Kuliah tidak serius, skripsi terbengkalai, IPK mengkhawatirkan, hingga terancam kena drop out (DO) dari kampusnya.
Bagi mereka
yang punya dana melimpah, bisa saja mereka pindah jurusan begitu pendaftaran
mahasiswa baru dibuka kembali. Uang masuk puluhan juta yang kadung dibayarkan
tak menjadi soal, yang penting bisa pindah jurusan sesuai passion yang diminati. Tapi bagaimana dengan mereka yang kadung
salah jurusan tapi tidak memiliki pilihan lain selain menyelesaikan studi di
jurusannya yang salah?
Sewaktu saya
kuliah, beberapa teman saya sering nyeletuk telah salah memilih jurusan. Mereka
tidak bahagia di jurusan yang diambilnya. Sebagian besar karena prospek jurusan
yang dinilai tidak cukup bagus untuk mendapat pekerjaan yang layak. Maklum,
jurusan saya adalah jurusan pendidikan yang prospek profesinya adalah menjadi
tenaga pengajar (guru/dosen). Bukan rahasia lagi jika selama ini gaji guru
tidak menjanjikan (kecuali guru yang sudah menjadi PNS dan mendapat sertifikasi
beserta tunjangan-tunjangannya).
Bandingkan
dengan jurusan-jurusan lain semisal jurusan berlatar kesehatan (perawat, bidan,
dokter). Lowongan bagi jurusan-jurusan tadi cukup banyak, sehingga ketika masa
studi berakhir lulusan dari jurusan tadi dapat segera terserap lapangan kerja
dengan penghasilan yang lumayan (untuk ukuran fresh graduated).
Pertanyaan
saya, kalau mereka tahu prospek jurusan pendidikan seperti itu, kenapa tidak
segera pindah jurusan saja?
Saya yakin
ada ribuan mahasiswa lain yang mengalami nasib serupa—menyesal telah salah
memilih jurusan. Sebagian menyesali pilihannya begitu kuliah dijalani. Sebagian
lagi menyesal ketika dirinya sudah lulus. Mereka pun terjebak pada penyesalan
klise, “Seandainya dulu saya tidak kuliah
di jurusan ini, pasti nasib saya lebih baik…”
Penyesalan memang
selalu datang belakangan, tidak mungkin penyesalan hadir sebelum suatu
peristiwa terjadi. Yang sudah terjadi biarkan terjadi. Keputusan sudah kita
ambil. Di antara sekian pilihan, kita sudah memutuskan untuk memilih salah
satunya yang kita anggap paling baik. Ketika kita memilih jurusan A, kita pasti
sudah mempertimbangkannya masak-masak kenapa kita memilih jurusan itu—kecuali kalau
kuliahnya sekedar untuk mencari titel sarjana. Karena pilihan yang kita ambil
sudah didasarkan pertimbangan matang, kita pun harus konsekuen dengan segala
resikonya. Menyalah-nyalahkan diri sendiri atau merutuk pilihan kita yang telah
lalu sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Mahasiswa yang merasa salah
jurusan harus tetap mengedepankan rasionalitasnya.
"Manusia tidak bisa pergi melintasi dimensi waktu. Kita hanya bisa bergerak mengikuti dinamika waktu itu sendiri yang bergerak sangat cepat."
Kalau mau
jujur, orang yang bisa kuliah itu seharusnya bersyukur. Ada jutaan pelajar yang
belum bisa mengenyam bangku perguruan tinggi. Giliran kita yang sudah menjadi
mahasiswa malah ribut memikirkan jurusan yang salah pilih. Pikirkan pula
bagaimana kedua orangtua kita yang telah bersusah payah membiayai kuliah dengan
harapan anak kebanggaannya dapat meraih penghidupan yang lebih baik di masa
mendatang.
Karena itu,
saya sangat menyarankan terutama pada adik-adik calon mahasiswa. Pertimbangkan masak-masak
jurusan apa yang ingin dipilih. Kenali passion
kalian. Dan yang paling penting, jangan cuma ikut-ikutan teman. Dunia kuliah
tidak sama dengan dunia sekolah. Kuliah menuntut kemandirian kalian dalam
belajar dan belajar membuat keputusan. Nasib kalian ketika kuliah ditentukan
oleh pilihan-pilihan yang kalian ambil. Maka berhati-hatilah dalam membuat
keputusan.
Bagi kalian
yang saat ini sedang menjalani kuliah dan merasa salah jurusan, saya sarankan
untuk mempertimbangkan pilihan pindah jurusan (dengan catatan kondisi finansial
dan dukungan orangtua memungkinkan). Jika tidak, maka ikhlaslah menjalani kuliah
di jurusan itu. Suka atau tidak, pilihan yang tersisa tinggal menjalani kuliah di
sana daripada DO (mubazir kan uang
yang sudah dibayarkan). Ikuti berbagai kegiatan lain di luar kuliah yang sesuai
dengan passion kalian. Dengan begitu
setidaknya kalian tetap mendapat pengalaman baru di bidang yang sesuai passion kalian meski bukan dari ruang kuliah.
Dan bagi kalian
yang menyesal ketika sudah lulus, maka belajarlah untuk ikhlas dan jangan
pernah menyalahkan nasib. Keputusan sudah diambil. Nasib hari ini adalah buah
dari keputusan yang kita tanam kemarin. Jangan terlalu terpengaruh oleh orang-orang
yang rewel menanyakan: “Kenapa kemarin
nggak kuliah di jurusan ini saja…?” Tidak ada gunanya meladeni pertanyaan mereka
yang klise yang boleh jadi malah akan menambah penyesalan kita. Lebih baik
segera mencari jalan keluar agar hidup kalian tetap survive meski salah jurusan. Jika memungkinkan tidak ada salahnya untuk
mendaftar kuliah lagi di jurusan yang sesuai dengan minat kalian. Itu pun kalau
urusan finansial tidak bermasalah dan kalian siap menghabiskan bertahun-tahun lagi
di bangku kuliah.
0 comments:
Post a Comment