“Kalau kalian ingin
punya anak bernama Riski,
pastikan petugas Disdukcapil
tidak salah membuat aktanya”
(guyon maton)
Pagi itu, suasana bank
masih sepi. Beberapa mobil tampak lalu–lalang di depan bank, tanpa satu pun
yang bergerak memasuki halaman bank. Sejenak kemudian, seorang pemuda tampak
tergopoh-gopoh memasuki halaman bank yang tak seberapa luas. Satpam di pos jaga
memandang curiga ke arah pemuda itu, mencoba memastikan pemuda itu tidak hendak
merampok.
Sesampainya di dalam
bank, tidak ada antrian di sana. Pemuda itu langsung menuju ke bagian informasi.
“Selamat siang, Bapak.
Ada yang bisa saya bantu?” tanya petugas informasi itu ramah.
“Ya, saya kehilangan
kartu ATM saya. Saya ingin mengurusnya.”
“Baik, Bapak. Bisa Bapak
sebutkan nama lengkapnya.”
Pemuda itu segera
menjawab, “Nama saya Riski Serbaguna.”
Sejenak, petugas
informasi sibuk mengecek komputernya. Raut mukanya menandakan sedikit
kebingungan.
“Maaf, Bapak, ada sekitar
selusin nama Riski Serbaguna di bank ini. Bapak termasuk Riski yang mana?”
Pemuda itu
mengernyitkan dahi. “Ah, saya Riski yang itu. R-I-S-K-I. Dengan ‘i’ di huruf
terakhirnya.”
“Pakai S atau Z,
Bapak?” petugas itu bertanya lagi.
“Setahu saya pakai S.”
“Huruf keempatnya
pakai K atau Q, Bapak?” lagi-lagi petugas itu bertanya.
“Pakai K.” pemuda itu
mulai jengah.
“Huruf terakhirnya
pakai I atau Y, Bapak?” dan petugas 'brengsek' itu masih belum selesai bertanya tentang nama.
Kesabaran pemuda itu
habis. “Tak bisakah saya menuliskan nama di kertas dan menyudahi obrolan bertele-tele
ini!? Tadi sudah saya bilang pakai ‘i’. Gimana
sih?”
Petugas itu malah
tersenyum ramah. “Hanya memastikan saja, Bapak. Terima kasih. Dan mohon maaf
atas ketidaknyamanannya. Harap maklum, banyak nasabah yang memakai nama serupa
di sini.”
Dengan agak dongkol
pemuda itu segera beringsut mengambil tempat duduk. Menunggu kartu ATM baru
yang sedang diproses. “Semoga namanya
tidak salah tulis.”—batinnya.
* * *
Nama Riski sebenarnya
bukan nama yang buruk. Hanya sayangnya, perbedaan penulisan nama “Riski” di
masyarakat membuat citra nama itu tercemar. Riski ditengarai menjadi salah nama yang kerap salah tulis.
Wajar, karena setidaknya ada 7 kemungkinan penulisan nama Riski:
1. Riski
2. Risky
3. Rizki
4. Rizky
5. Risqi
6. Rizqi
7. Rizqy
Yang membuat nama Riski
bermasalah adalah perbedaan transliterasi dari bahasa Arab ke Indonesia. Kata Riski
itu sendiri berasal dari bahasa Arab “razaqa”
yang berarti karunia, anugerah, atau pemberian. Masyarakat kita mengartikannya
dengan rezeki (riski) yang kemudian diadaptasi menjadi nama anak.
Perbedaan transliterasi
huruf za dan qa pada kata “razaqa” ditengarai
menjadi akar penyebab munculnya perbedaan nama Riski di masyarakat. Sebagian orang menuliskan huruf za dengan ‘s’ dan huruf qa dengan ‘k’ (mengikut kaidah kata
serapan). Sebagian yang lain menuliskan huruf za dengan ‘z’ dan huruf qa dengan
‘q’ (mengikut transliterasi huruf hijaiyah ke huruf latin). Perbedaan-perbedaan
itu berdampak pada munculnya banyak versi nama Riski di masyarakat—bahkan bisa
dibuat sampai tujuh turunan versi nama Riski.
Tanpa mengurangi rasa
hormat saya pada kalian yang bernama Riski, saya rasa pemerintah perlu membuat
standarisasi nama Riski untu semua bayi-bayi di Indonesia. Nama Riski perlu dibuatkan
SNI-nya. Urusan sepele ini penting sekali agar reputasi nama Riski terjaga dan tidak mengakibatkan prahara rempong seperti salah tulis nama dalam ijazah,
akta lahir, sampai salah nama di KTP. Bukankah itu menjengkelkan sekali?
Dengan adanya
standarisasi nama Riski, maka siapapun yang ingin memberi anaknya nama “Riski,”
harus tunduk pada regulasi pemerintah. Yang mencatat nama pun tidak akan
bingung menuliskan nama “Riski” karena sudah ada versi resmi dari pemerintah. Pemilik
nama tinggal menyebut nama (Riski) dan petugas tidak perlu rempong bertanya “pakai huruf i atau y, pakai k atau q?”